Tolak Penyebaran Nyamuk Wolbachia Di Kota Kupang, Aliansi GEMAKAN Gelar Edukasi Di CFD

Organisasi

KUPANG, TOPNewsNTT.Com|| Sekelompok warga Kota Kupang yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Kupang Anti Nyamuk (GEMAKAN) melakukan aksi edukasi menolak penyebaran nyamuk Wolbachia di Car Free Day (CFD) Jalan El Tari Kupang (Sabtu, 30/12/2023).

Ketua Koordinator Aksi GEMAKAN Gregorius Matrecano kepada media menyatakan,

“GEMAKAN memprotes Kementrian Kesehatan yang tidak mensosialisasikan secara lengkap informasi tentang penyebaran nyamuk Wolbachia, menurut mereka Kementrian Kesehatan hanya menyampaikan aspek manfaatnya saja padahal menurut informasi yang mereka peroleh terdapat juga kajian resiko penyebebaran nyamuk Wolbachia yang dilakukan oleh tim ahli multidisiplin.” Ujar Gregorius.

Dalam aksinya, GEMAKAN melakukan orasi sambil membentangkan spanduk berisi penolakan penyebaran nyamuk Wolbachia serta membagi flyer yang berisi fakta-fakta penyebaran nyamuk Wolbachia yang tidak disampaikan kepada masyarakat.

“Mereka beranggapan penyebaran nyamuk ini sudah meresahkan masyarakat sehingga meminta Kementrian Kesehatan menghentikan penyebaran nyamuk Wolbachia di Kota Kupang.” Ujar Gregorius.

Koordinator Gerakan Masyarakat Kupang Anti Nyamuk, Gregorius Matrecano saat melakukan aksi Sabtu (30/12), mengatakan aksi edukasi ini untuk menyampaikan kepada masyarakat informasi yang tidak di berikan oleh Kementrian Kesehatan. “Kementrian Kesehatan harus transparan dan lengkap dalam memberikan informasi kepada masyarakat jangan hanya menyampaikan yang baiknya saja, karena kami memperoleh informasi bahwa ada kajian resiko dari penyebaran nyamuk Wolbachia, atas dasar itu sehingga kami menolak dilanjutkan penyebaran nyamuk ini di kota kupang”

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan menetapkan lima wilayah yang masuk ke dalam uji coba penyebaran nyamuk ber-Wolbachia. Yakni Kupang Nusa Tenggara Timur, Bontang, Kalimantan Timur, Semarang Jawa Tengah, Bandung Jawa Barat dan Jakarta Barat. Kemenkes mengklaim Nyamuk Wolbachia ini dapat menekan angka Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia.

Di Kupang sendiri penyebaran nyamuk sudah lakukan sejak bulan Oktober yang lalu namun menurut Gregorius Dinas Kesehatan Kota Kupang sangat minim sosialisi sehingga masih banyak masyarakat belum mengetahui tentang program ini.

“Saat kami melakukan aksi edukasi ini, masih banyak masyarakat yang belum tahu bahwa kota kupang menjadi kota yang disebarkan nyamuk Wolbachia, ini berarti sosialisasi dari Dinas Kesehatan masih minim, belum melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat kota Kupang yang akan merasakan dampak dari penyebaran nyamuk wolbachia ini” ungkap Gregorius.

Tujuannya Aksi menuntuk mengedukasi masyarakat kota kupang bahwa ada penelitian resmi juga yang menyatatakn ada bahaya dalam penyebaran nyamuk wolbachia

Dalam rilis edukasi dan pernyataan sikap Aliansi Masyarakat GEMAKAN NTT yang dikirmkan ke redaksi media ini (Minggu, 31/12/2023) tertulis :

“Tahukan anda bahwa Kota Kupang  menjadi salah satu kota di Indonesia yang telah di sebar NYAMUK BERWOLBACHIA??

Kenapa warga Kota Kupang harus menolak dilanjutkannya penyebaran NYAMUK BERWOLBACHIA ini??

Berikut ini fakta – fakta tentang NYAMUK BERWOLBACHIA yang tidak di sampaikan ke  masyarakat :  

  1.  Prof. Richard Claproth, Ph.D dalam tulisannya  berjudul “Bahaya Tersembunyi dari Pelepasan Nyamuk Wolbachia” mengungkap hasil kajian risk assessment yang dilakukan oleh tim ahli multidisiplin yaitu temuan kunci dari identifikasi dan pemetaan bahaya NYAMUK WOLBACHIA
  1. Dampak Buruk pada Ekologi (19 Bahaya): Pelepasan nyamuk terinfeksi Wolbachia dapat merusak ekosistem nyamuk, menciptakan risiko serius terhadap keseimbangan alam. Dua bahaya yang menjadi sorotan adalah “selection for more virulent arboviruses” dan “change in genetic diversity.”
  • “Selection for more virulent arboviruses” merujuk pada proses pemilihan arbovirus yang lebih virulen, berpotensi meningkatkan risiko wabah penyakit serius.
  • “Change in genetic diversity” mengacu pada perubahan dalam keragaman genetik suatu populasi, yang dapat mempengaruhi ketahanan terhadap penyakit dan perubahan lingkungan.
  1. Efikasi Pengelolaan Nyamuk (12 Bahaya): Pelepasan nyamuk dapat mengurangi efektivitas pengelolaan nyamuk, meningkatkan potensi penyebaran penyakit. Beberapa bahaya mencakup:
  • Perubahan perilaku nyamuk (probabilitas 10%).
  • Peningkatan kasus demam berdarah sebesar 15% dan kemungkinan patogen baru sebesar 7%, terkait dengan meningkatnya tingkat gigitan nyamuk Wolbachia.
  • Berkurangnya kemampuan mengontrol nyamuk di rumah sebesar 16%.
  • Peningkatan resistensi terhadap insektisida sebesar 5%.
  1. Standar Kesehatan Masyarakat yang Lebih Rendah (14 Bahaya): Risiko terkait kesehatan masyarakat melibatkan penurunan standar kesehatan dan meningkatnya risiko penyebaran penyakit.
  • Gangguan terhadap upaya pengendalian demam berdarah (3M) sebesar 10%.
  • Peningkatan tingkat “Dengue vector competence” (kemampuan nyamuk sebagai vektor penyakit dengue) sebesar 5%.
  1. Dampak Ekonomi dan Sosial-Budaya yang Signifikan (13 Bahaya): Ancaman terhadap aspek ekonomi dan sosial-budaya masyarakat dapat timbul sebagai akibat dari pelepasan nyamuk terinfeksi.
  • Pengurangan penghasilan ekonomi sebesar 10% dan peningkatan pengeluaran sebesar 5%.
  • Dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial-budaya sebesar 18%.
  • Peningkatan saling menyalahkan dan mencari kambing hitam sebesar 30%.
  • Potensi terbelahnya masyarakat akibat social fear, social conflict, dan kasus hukum berupa class action yang masing-masing menigkat 50%.
  1. Secara internasional, standar bahaya mencapai 56 items, tetapi studi dan diskusi para ahli di Indonesia menemukan total bahaya di Indonesia mencapai 58. Tambahan 2 bahaya adalah Bahaya Bersama berupa Tingkat Gigitan yang Meningkat dan Penularan Patogen Non-Dengue menjadi fokus ahli. Hal ini menambah kompleksitas risiko yang perlu diatas.

Sumber Artikel : https://investigasi.org/breaking-news-penemuan-mengejutkan-bahaya-tersembunyi-dari-pelepasan-nyamuk-wolbachia

  1. Di Yogjakarta telah dilakukan penyebaran NYAMUK WOLBACHIA sejak tahun 2014 dan di tahun 2023 ini di ditemukan virus Japanese Encephalitis (JE) yang disebabkan oleh gigitan nyamuk culex menginfeksi 5 anak di Kulonprogo hingga mengakibatkan radang otak. Sampai saat ini pemerintah melalui Kementrian Kesehatan belum bisa membuktikan secara ilmiah bahwa penyakit itu bukan merupakan akibat dari penyebaran NYAMUK WOLBACHIA.
  2. Klaim Kementrian Kesehatan bahwa di Provinsi Yogyakarta berhasil menurunkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) setelah mengikuti program penyebaran NYAMUK WOLBACHIA bertentangan dengan data dari Kementrian Kesehatan sendiri. Karna dari data kementrian kesehatan di kurun waktu yang sama menunjukan bahwa pola penurunan penyakit DBD juga terjadi di Provinsi Bali tanpa menggunakan NYAMUK WOLBACHIA.
  3. Klaim Kementrian Kesehatan bahwa Negara Srilanka dan Singapura berhasil menurunkan angka DBD setelah mengikuti program penyebaran NYAMUK WOLBACHIA bertentangan dengan berita dari media resmi internasioanal yang menyatakan terjadi kenaikan drastis angka DBD di dua negara tersebut di tahun 2023. Sumber berita https://outbreaknewstoday.com/dengue-fever-activity-elevated-nationwide-in-sri-lanka-84841/ dan https://cnalifestyle.channelnewsasia.com/singapore/dengue-cases-nea-warns-outbreak-2023-large-clusters-aedes-mosquito-357056
  4. Setelah nyamuk Wolbachia ini di lepas ke alam bebas tidak dapat ditarik atau dikumpulkan kembali sehingga segala masalah yang ditimbulkan akan berdampak hingga ke generasi akan datang.
  5. Seluruh telur NYAMUK WOLBACHIA yang berjumlah ratusan juta tersebut di datangkan dari Australia dan sampai saat ini pihak Kementrian Kesehatan belum bisa memverifikasi bahwa seluruh telur nyamuk tersebut hanya berisi bakteri wolbachia, sehingga diduga dapat disisipi virus atau bakteri berbahaya lain.
  6. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Analisi Dampak Lingkungan (AMDAL) wajib dilakukan untuk rencana atau kegiatan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan. Dampak penting terhadap lingkungan adalah dampak yang dapat merubah tata lingkungan, baik secara fisik, kimia, biologi, maupun sosial ekonomi. Namun hingga saat ini penyebaran NYAMUK WOLBACHIA di Indonesia belum memiliki AMDAL. 
  7. Sampai hari ini Kementrian Kesehatan belum mau duduk bersama dan membahas bahaya dari penyebaran NYAMUK WOLBACHIA dengan ilmuan dan penelitI yang kontra terhadap program penyebaran NYAMUK WOLBACHIA ini.
  8. Sosialisasi tentang penyebaran NYAMUK WOLBACHIA dari Kementrian Kesehatan di kota – kota yang dijadikan uji coba  sangat minim sehingga banyak masyarakat yang tidak mengetahui bahwa di kotanya akan dan telah disebar NYAMUK WOLBACHIA
  9. Melihat potensi bahaya yang besar dari penyebaran NYAMUK WOLBACHIA, Masyarakat di Provinsi Bali dan Jawa Barat telah menolak penyebaran NYAMUK WOLBACHIA di kotanya sehingga akhirnya Kementrian Kesehatan menghentikan penyebarannya di wilayah provinsi tersebut.

Berdasarkan Fakta – Fakta di atas maka kami dari Gerakan Masyarakat Kupang Anti Nyamuk (GEMAKAN) MENOLAK TEGAS Penyebaran NYAMUK WOLBACHIA di Kota Kupang.

“Kami mengajak seluruh Masyarakat Kota Kupang ikut MENOLAK PENYEBARAN NYAMUK WOLBACHIA DEMI KESELAMATAN ANDA DAN KELUARGA”

Langkah kami selanjutnya untuk menghentikan program ini adalah dengan segera menyampaikan aspirasi melalui DPRD Provinsi Kupang

Apabila anda terpanggil untuk ikut mendukung dan terlibat bersama gerakan kami, dapat menghubungi kami Gerakan Masyarakat Kupang Anti Nyamuk (GEMAKAN) .”

Salah seorang anggota GEMAKAN (Juan Dandara) menyatakan ia merasa terpanggil untuk melakukan edukasi di CFD karena melihat banyak masyarakat yang belum mengetahui dampak negatif dari penyebaran nyamuk Wolbachia.

Edu, seorang warga dan pengurus di salah satu gereja di Kota Kupang yang ikut aksi penolakan dan edukasi menyatakan ia merasa senang karna memperoleh informasi tentang dampak buruk dari penyebaran nyamuk Wolbachia dan berencana akan memuat informasi tersebut dalam warta gereja.(***)