Mantan Komisaris Bank NTT Nilai Unsur PMH (KUHPer 1365) Terpenuhi, Gugatan Izak Rihi Kewenangan Absolut Mengadili Ada Pada PN

NTT, TOPNewsNTT||Mantan Komisaris Bank NTT Allosius Sukardan,S.H.,M.Hum, yang juga dosen FH Undana dan Praktisi Hukum kepada media ini (Rabu, 17/5) mengungkapkan pandangan hukumnya terhadap gugatan Izak Eduard Rihi terhadap para pemegang saham Seri A dan B Bank NTT yang sedang bergulir hingga saat ini di PN Kupang.
Alo menilai bahwa dalam gugatan Mantan dirut Izak jika fakta-fakta dalam proses pemberhentian (yang dinilai melanggar hukum oleh Mantan Dirut Izak dan Kuasa Hukumnya) dan yang juga dituangkan dalam gugatan benar adanya, maka dipastikannya bahwa Proses Pemberhentian penuhi unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sesuai KUHPerdata 1365.
Hal ini diungkapkan Alo lantaran diakuinya dirinya sudah bukan KRN lagi di Bank NTT saat digelarnya RUPS LB 2020 yang memutuskan pemberhentian Izak sebagai dirut secara terhormat.
“Memang saya ada mengikuti proses awal ya, saat Izak maju mengikuti fit and propert test menjadi dirut, kalau pada proses pemberhentian saya sudah berhenti sebagai komisaris. Karena pada saat Izak mau naik jadi dirut, saya masih Ketua KRN (Komisi Remunerasi dan Nominasi). Jadi kita yang godok siapa-siapa yang mau calon jadi dirut. Waktu itu calon dari internal hanya pak Izak. Secara pribadi bagi saya Pak Izak memiliki kapasitas yang luar biasa jadi dirut. Jadi saya pikir waktu itu, pasti di tangan pak Izak, Bank NTT akan menjadi besar. Tapi saya mendahului pak Izak diberhentikan saat masa jabatan baru 1 tahun. Saya diberhentikan dengan hormat bersamaan dengan pak Izak dilantik jadi dirut di Labuan Bajo. Saya diundang tapi tidak ikut.” Tuturnya lirih.
Tapi diakuinya dalam proses pemberhentian Mantan Dirut Izak Rihi tidak ia ketahui pasti bagaimana faktanya tapi hanya mengikuti dari pemberitaan media setelah persidangan berlangsung. Tapi tentang kontrak kinerja pencapaian laba Rp500 M, saat awal ikut test ini diakui Alo tidak ada diatur ketentuan itu (sepengetahuannya).
“Apakah ada persyaratan-persyaratan yang tidak dipenuhi sehingga ia diganti, tapi setahu saya awal ia menjalani proses pengangkatan sebagai Dirut tidak ada penandatanganan kontrak kinerja Rp500M, tapi jujur kami tidak mengetahui ada kontrak kinerja seperti itu. Entah mungkin setelah pak Izak menjabat dan saat itu saya sudah diberhentikan juga. Entah setelah kami diluar mungkin ada kontrak kinerja, tapi setahu saya dalam Aturan UU PT dan AD Bank NTT tidak ada aturan kontrak kinerja.” Jelas Alo.
Tapi normalnya, lanjut Alo, “Pemberhentian seseorang dari jabatan Dirut itu harusnya pertama, jika memang ada kontrak kinerja, kedua sudah tidak memenuhi syarat yang seharusnya, baik sesuai UU PT maupun dalam AD/ART Bank NTT. Tapi jika memenuhi, maka pemberhentian saat baru menjabat 6 bulan bagi saya terlalu dini dan belum bisa menilai kinerja seseorang. Mungkin dia baru masuk dan masih melanjutkan kerja dari pimpinan lama. Jika sudah 1 tahun barulah bisa menilai kinerja seseorang apakah memenuhi target apa tidak. Dan pemberhentian dengan hormat sebelum masa jabatan selesai (4 tahun) baru pernah terjadi pada Mantan Dirut Pak Izak dan saya. Saya juga baru setahun menjabat diberhentikan bersamaan dengan pak Izak dilantik jadi dirut.” Jelas Alo.
Alo memastikan bahwa dalam UU PT dan Ad/art Bank NTT tidak ada ketentuan khusus periode seseorang harus diberhentikan, tapi paling tidak harus satu tahun Buku. Karena perhitungan kinerja seseorang di Bank NTT itu satu tahun buku dan baru pernah terjadi pada pemberhentian Mantan Dirut Izak Rihi yang baru menjabat 6 bulan sudah bisa dinilai tidak mencapai target dan diberhentikan. Normalnya masa jabatan dirut itu 4 tahun dan prosedur sampai pemberhentian sebelum masa jabatan selesai pun harus dibahas dan ditetapkan dalam RUPS LB, itupun jika ada kondisi-kondisi khusus yang tidak bisa ditolerir pada dirut.”
“Alasan-alasan seseorang diberhentikan dari jabatan dengan atau tidak dengan hormat ada kategorinya misalnya sakit, melakukan perbuatan fraud, wan prestasi, dan tindakan-tindakan berimbas hukum yang tidak bisa diberi kesempatan menjabat. Tapi jika alasan tidak mencapai target laba karena ada kontrak kerja pun, untuk kontrak kerja 1 Tahun Buku yang sudah kerjakan (tahun buku setahun lalu), bukan tahun buku yang belum dikerjakan. Dan itu mekanismenya seharusnya adalah dalam RUPS tidak boleh menerima laporan pertanggungjawaban dirut yang bersangkutan dan diberi waktu 30 hari mempersiapkan pembelaan baru dgelar RUPS LB, lalu yang bersangkutan diberi kesempatan membela diri atas kinerjanya pada RUPS LB.” Jelas Alo tersenyum.
Selain itu Alo juga menegaskan keputusan dalam RUPS dan RUPS LB harus dituangkan dalam Akta RUPS dan Akta RUPS LB.
“Jadi misalnya pemberhentian pak Izak sebagai dirut harus dituangkan dalam Akta RUPS LB beserta alasan PDH, juga dalam SK PDH. Harus jelas semua dalam Akta. Karena bagaimanpun keputusan pemberhentian harus ada alasan yang sesuai ketentuan UU PT dan AD/ART Bank NTT. Kan yang dianggap dilanggar kedua aturan itu, ya dituangkan dalam akta. Kalau tidak maka bisa disimpulkan prosedurnya tidak benar. Unsur perbuatan melawan hukum terjadi disini. Karena proses ia diangkatpun resmi dan sesuai aturan UU PT dan AD/ART Bank NTT, ada fit and propert test, rekomendasi KRN dan OJK, maka prosedur pemberhentiannya pun harusnya melalui tahapan tersebut.” Ujar Alo tegas.
Sementara Agus Hedewata, dosen FKH dan praktisi Hukum Undana yang mendampingi Alo Sukardan siang itu ikut menanggapi bahwa jika materi gugatan Mabtan dirut Izak Rihi adalah pada “proses” yang dinilai melanggar hukum maka Hak Absolut Mengadili ada pada Pengadilan Negeri, Bukan PTUN.
“Karena yang digugat adalah pada proses pemberhentian yang dinilai melanggar hukum, artinya terjadi “Perbuatan Melawan Hukum (PMH)” dalam proses pemberhentiannya dan itu ranahnya Pengadilan Negeri untuk mengadili. Bukan Pengadilan Tata Usaha Negara. Karena apa? Karena PSP bukanlah dalam kapasitas sebagai gubernur tapi Pemegang Saham Pengendali. Dan Pak Izak bukan PNS sehingga harus diadili di PTUN. Kewenangan PTUN adalah mengadili semua pelanggaran Administrasi Negara bukan Administrasi Perbankkan. Ini harus dijelaskan lebih detil ya sehingga bisa dapat dimengerti kewenangan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Kasus Pak Izak adalah kasus perdata sehingga kewenangan PN.” Ulas Hedewata menegaskan.
“Gugatan pak Izak adalah tetkait Perbuatan Melawan Hukum (PMH), perbuatan melawan hukum artinya ada ketentuan yang dilanggar yakni UU PT no 40/2017 dan AD/ART Bank NTT, dan dalam perbuatan melawan hukum ini ada kerugian yang ditimbulkan kepada pihak yang menjadi sasaran perbuatan melawan hukum (pak Izak). Jadi gugatan ini masuk ke Pasal 1365 KUHPer dan kewenangan absolut mengadili ada pada Pengadilan Negeri.” Ungkap Hedewata Tegas.
“Ya kalau orang dirugikan berarti normal dia menuntut ganti rugi materil dan inmateril. Walau saya tidak ikuti proses peradilannya tapi jika dinilai melanggar aturan internal bank dan UU PT wajar Pak Izak menggugat untuk menuntut haknya. Siapapun yang menimbulkan kerugian kepada pihak lain wajib hukumnya mengganti kerugian.” Imbuhnya.
Alo Sukardan kembali mengingatkan bahwa wajib hukumnya juga saat seseorang diberhentikan dari sebuah jabatan harus ada rekomendasi KRN.
“Tugas Komisaris adalah menilai kinerja dari direksi dan jika terjadi pelanggaran atau tidak sesuai ketentuan UU PT dan AD/ART Bank NTT, maka komisaris harus memberikan rekomendasi dalam RUPS. Perlu saya jelaskan ya RUPS adalah Rapat Umum Pemegang Saham rutin setahun sekali untuk mempertanggungjawabkan seluruh kinerja para direksi ke pemegang saham dan pemimpin RUPS adalah PSP atau pemegang saham lain yang direkomendasikan oleh PSP. Dan jika ada hal-hal genting lainnya yang ditemukan dalam RUPS dibahas dan diputuskan dalam RUPS LB. Dan seperti saya ungkapkan diatas semua harus sesuai UU PT dan AD/ART Bank NTT. Jika semua sesuai maka keputusan adalah sah. Dan semua keputusan adalah keputusan absolut kolektif RUPS bukan PSP.” Sentil Alo menegaskan.
Diakhir wawancara Alo menyebutkan semua keputusan harus melalui prosedur yang berlaku.
“Saya tidak tahu apakah kontrak kinerja ada dokumen tidak, tapi normatifnya seseorang dinyatakan layak tidak layak diberhentikan dari sebuah jabatan harus ada juga penilaian kinerja yang wajar dan biarkan ia menjalani masa jabatan sesuai ketentuan yang berlaku, kecuali ada hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan baru diproses pemberhentian tapi semua harus sesuai ketentuan yang berlaku (UU PT dan AD/ART Bank NTT).” Tegas Alo mengulang.
Semua tindakan hukum, sambungnya, harus ada dasar hukumnya, dan harus dituangkan dalam akta RUPS dan SK pemberhentikan seseorang harus dimuat alasan. Dan kesempatan membela diri harus didalam ruang RUPS bukan di luar RUPS.
Ia menyatakan bahwa konsekuensi dari sebuah keputusan PDH adalah pemberian hak-hak (upah) dari sisa masa jabatan, adalah hal normal dan wajib. Jika diberikan gaji hanya dalam masa jabatan maka itu hak normatif jabatan. Dan itu bukan berarti yang bersangkutan tidak pantas menggugat.
Alo juga menyoroti informasi yang diketahuinya dari pemberitaan media bahwa setelah Izak diberhentikan sebagai Dirut dalam RUPS LB 2020 dan langsung direkomendasikan melamar ke jabatan Dirkep, menurutnya itu adalah hal yang tidak normal.
“Pak Izak kan ikut fit and propert test menjadi dirut, masa setelah diberhentikan sebagai dirut direkomendasikan mengikuti fit and propert test menjadi Dirkep, kan turun level. Ini menarik untuk didalami. Jika Pak Izak dianggap tidak memenuhi syarat menjadi dirut, seharusnya diberhentikan saja. Kok disuruh melamar pada jabatan yang lebih rendah? Dan saat itu Dirkepnya masih menjabat loh Padahal sewaktu saya menjadi ketua KRN, Pak Izak nilainya paling tinggi, artinya dia layak jadi dirut. Dia lulus murni loh. Dia bukan ditunjuk saja. Dia melewati sebuah proses yang sesuai UU PT dan AD/ART Bank NTT. Artinya ia layak. Mengapa ia diberhentikan sebagai dirut dalam masa jabatan yang masih sangat muda (6 bulan). Saya yakin jika ia diberi kesempatan Pak Izak bahkan bisa melampaui target laba Rp500M tahun buku 2020. Seharusnya dirut saat ini juga dinilai pencapaian target labanya, selama 3 tahun kepemimpinan apakah setiap Tahub Buku mampu mencapai Rp500M? Biar adil saja begitu.” Cetus Alo.
Sementara Izak Eduard Rihi kepada media ini menegaskan ia hanya menerima 11 bulan gaji dari masa jabatan yang seharusnya 4 tahun. “Saya dalam jabatan sebagai Direktur Utama adalah Organ PT memiliki posisi yang sama dengan organ PT yang lain yaitu Pemegang Saham dan Komisaris sehingga bukan karyawan. Untuk menjadi Direksi saya sudah pensiun dari Karyawan Bank NTT sehingga hak-hak yang saya dapat seperti pesangon karena saya sudah pensiun dari Karyawan bukan karena diberhentikan sebagai Direksi, sehingga jika terbukti Perbuatan Melawan Hukum atas proses pemberhentian maka seluruh hak sisa masa jabatan yaitu 3 tahun 1 bulan harus dibayar sebagai kerugian materiil.”||jbr