Ma Yuli, Perempuan Sabu ini 24 Tahun usaha Tambal Ban demi Hidupi 12 Anaknya

0

** Semangat hidup dan cara berpikir sederhana namun teguh berusaha nampak dari mama Yuli, perempuan asal Sabu Raijua berusia 50 tahun yang berprofesi sebagai penambal ban dan penjual bensin botolan di jalan Nisnoni Airnona.

Dalam bincang santai kami, mama Yuli yang sudah 24 tahun (sejak tahun 1997-hingga sekarang) menjual bensin dan  tambal ban ini mengatakan bahwa hidup ini memang keras tapi kalau tidak diperjuangkan maka akan berakhir tanpa makna.
“Kesulitan hidup setiap orang ada, tapi kalau hanya duduk mengeluh dan sonde kerja apa-apa sapa.kas makan kalau sonde kerja?” Ungkapnya sambil meludah sirih pinang yang dimamahnya.

Sambil memasamg ban dalam baru pada salah satu motor pelanggan, ma Yuli yang memiliki nama Sabu Nabula ini mengisahkan sejak ia menamatkan SMA pada tahun 1996, ia langsung membuka lapak jualan bensin botolan hingga sekarang dan barulah tahun 2005 sejak.ia nekad membeli satu unit kompresor seharga Rp.4.000.000 dari uang hasil jualan bensin usahanya bertambah dengan isi angin ban motor.
“Beta jual bensin disini su 24 tahun ow, sejak tamat SMA tahun 1996. B sonde pernah kapingin cari kerja lain. B ni ju altet kempo sampai sempat iko PON di Bali ko dapa juara, ma beta su berhenti ina, setelah umur su son kuat lai. Beta tambal ban tahun 2005 setelah beta nekad beli kompresor empat juta dari hasil jual bensin.” Ujar dalam dialek Kupang dan Sabu sambil menunjuk kompresor warna orange disampingnya.

Ma Yuli yang memilih hidup membujang walau sudah berusia 50 tabun ini, kisahkan awal jualan bensin hanya dengan modal uang Rp.10.000,
“Beta awal mulai usaha bensin 1997 tu deng modal Rp.10.000, beta beli bensin 10 liter. Dengan modal 3 botol bekas minuman keras yang beta pakai sebagai botol ukuran satu botol dan jerigen 2 buah untuk membeli bensi di pom bensin Oebobo. Bensin di Pom Bensin dulu Rp.700 per liter,beta jual 1 botol Rp.1000  Tiap sore beta dengan jalan kaki pi beli bensin di Pom Bensin Oebobo, tiap hari beta jalan kaki.” Kisahnya bersemangat.

Namun dari usaha sederhana yang dilakoninya setiap hari dengan setia, tanpa kenal lelah inilah Ma Yuli menghidupi dirinya dan keluarga yang terdiri dari ponaan-ponaannya yang tinggal bersamanya berjumlah 12 orang. Dan semua kebutuhan dalam rumah ditanggung olehnya.

Dari usaha awalnya yang hanya menghasilkan 11 botolan bensin yang dijualnya Rp.1.000 rupiah per botol dan menghasilkan Rp.11.000 ,  ma Yuli untung Rp.1000 per hari, dan besok semua modal dan untung dibelikan bensin lagi.
“Jadi beta tiap hari unung seribu dan esok b tambah dengan  modal beta beli bensin lai deng jalan kaki, itu yang buat beta pung modal tiap hari bertambah 1 liter.  Dari 10 liter, besok 11 liter, besok 12 liter. Tiap hari tambah satu liter, sampai beta bisa kumpul-kumpul seribu rupiah untuk bisa beli kompresor.” Ujarnya lagi dengan bangga sambil tertawa.

Managemen keuangan usahanya ini benar-benar bukan hanya diacungi 4 jempol tapi patut ditiiru. Dari modal Rp.10.000 bisa berkembang jadi Rp.11.000, setiap hari bertambah Rp.1000, karena selain setia jalan kaki untuk kurangi ongkos, ia juga setia mengumpul seribu rupiah keuntungan yang diperolehnya. Dan cara cermat dirinya membelikan uang keuntungan jualannya ke kompresor yang justeru menambah modal usaha dan penghasilan tentunya. Dari hasil jual bensin ke isi angin di ban yang kempes tentu akan menambah pwnghasilanbya.

Dan ia pun belajar tehknik tambal ban sederhana, membongkar ban dan memasang ban dalam baru dipelajarinya secara otodidak dari kenalan.

Ada hal menarik dari hasil bincang-bincang santai di sore yang cerah hari ini, yaitu prinsip hidupnya dalam usaha  dan hidup bahwa setiap orang yang dikenalnya dan diberi kesempatan oleh Tuhan hadir dalam hidupnya diamini sebagai bagian dsri rencana Tuhan dan harus diperlakukan dengan baik seperti tertulis dalam “Buku” (sebutannya untuk Alkitab-red).
“Beta selalu ajar anak-anak kalau setiap orang yang datang ke rumah selalu disambut deng senyum dan harus togor makan, apapun makanan yang tersedia di rumah.  Karena ajaran di Buku (Alkitab-red) bagitu, muka yang penuh senyum dan hati yang gembira akan mendatangkan berkat. Dan beta selalu ajar beta pung ana-ana (ponaan-red) selalu bersyukur di hari mujur dan malang.” Katanya dengan raut muka serius.

Dari pertanyaan-pertanyaan pengarah dari media ini, tersirat bahwa ma Yuli  adalah pribadi yang pantang menyerah dan mengeluh dalam hidupnya. Setiap hari diamininya ada berlat Tuhan,
“Beta ni ina (panggilan untuk orang perempuan dalam bahasa Sabu), berapapun hasil hari ini ada ko sinde ada dan berapapun yang dihasilkan itu beta terima dengan syukur sebagai berkat Tuhan.” Ungkapnya.

Terhadap anak-anaknya pun,  Ma Yuli ungkapkan ia selalu mengajarkan agar jalani hidup dengan berharap dan bersyukur pada Tuhan senantiasa, serta bekerja selagi masih bisa dilakukan. Jangan menyerah.

Harapan untuk anak-anak yang dibiaya sekolahnya agar mereka peroleh pekerjaan. Ia berharap agar anak-anaknya bisa menghargai profesi apapun yang dijalani.

Dari 12 anak-anaknya, ma Yuli dengan bangga menyebutkan walau hanya dari hasil jualan bensin dan tambal ban sudah 2 orang yang sarjana, 8 orang tamat SMA dan sudah bekerja swasta sebagai penjaga toko, 1 orang adalah TNI di Papua. Sedangkan  2 anak lainnya masih duduk dibangku SD.

Semua ponaan ini berasal dari Sabu Raijua (anak dari saudara kandungnya yang sdah meninggal). Ke 12 anak tersebut diakui ma Yuli dirawatnya sejak usia masih sangat balita.

Bahkan tiga orang anaknya ini sudah menikah.
“Dong beta pung anak kandung, bukan ponaan apalai anak piara atau anak tinggal. Karena dari kecil beta yang urus na.” Ungkapnya tersenyum.

“Beta sonde ada harap apa-apa dari anak-anak, tapi satu sa beta harap kalau beta mati na dong bisa datang ko kubur beta. Itu sa. Beta lia dong sukses dan bahagia sa b ju puas ina. Sonde harap apa-apa selsin kalau mati na dong yang ada direbis beta ko kubur, itu sa.” Ujarnya tulus.

Ma Yuli beralamat di jalan Nisnoni Airnona, belakang Taspen ini, juga memiliki prinsip hidup sederhana dan apa adanya ini ternyata adalah mantan atlet kempo yang bahkan sempat ikut dalam PON 2015 di Bali.
” Nikmati semua berkat deng santai, apa yang didapat hari ini nikmati saja dengan bijak. Besok berkat Tuhan ada. Bagi beta asal anak-anak sonde lapar beta su bahagia.” Ungkapnya dengan mata berkaca, akhiri bincang-bincang kami di sore jelang malam.***juli br

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *