Izak Sebut Proses Pemberhentiannya Sebagai Dirut Melanggar UU PT dan AD Bank NTT, Ini Alasannya

NTT, TOPNewsNTT||Sidang Perkara Nomor : 309/Pdt.G/2022/PN Kpg antara Izak Eduar Rihi (Mantan Direktur Utama Bank NTT) melawan  Gubernur NTT/PSP dan Bupati/Walikota se NTT selaku Pemagang Saham terus bergulir hingga akan berakhir dengan putusan pada Juli 2023 mendatang.

Pada Rabu, 10 Mei 2023 lalu, telah berlangsung sidang dengan agenda penyerahan duplik para tergugat oleh Kuasa Hukum para Tergugat.

Izak Rihi dalam wawancara dengan media ini beberapa waktu lalu menegaskan bahwa walau dirinya saat itu (RUPS 2020) menerima pemberhentiannya lantaran sudah diputuskan, namun ada beberapa point yang dianggap melanggar UU No.: 40/2007 tentang PT dan Anggaran Dasar Bank NTT.

Hal-hal yang dinilai melanggar yakni pertama keputusan pemberhentian dirinya sudah keluar dari agenda RUPS 2020 yaitu tentang pertanggungjawabam direksi, dan kasus kredit macet Bank NTT Cabang Surabaya,  bukan terkait pemberhentian dirinya.

Kedua, dalam akta RUPS tidak sebutkan alasan pemberhentiannya karena tidak mencapai target,

Ketiga keputusan pemberhentian dirinya tanpa adanya usulan Komisaris dan rekomendasi KRN.

Keempat tidak ada rekomendasi OJK NTT atas kredibilitasnya yang dianggap tidak mencapai target Laba Rp500M.

Kelima tidak ada tahapan uji ketidaklayakan dirinya sebagai dirut yang dianggap tidak mencapai target.

Keenam tidak ada usulan Komisaris dan rekomendasi KRN.

Ketujuh dirinya tidak pernah diberi kesempatan membela diri dalam RUPS.

Kedelapan pertanggungjawaban kinerjanya sudah diterima RUPS.

“Alasan pemberhentian karena tidak mencapai target Laba Rp500M, tidak benar saya tidak mampu mencapai Kontrak Kinerja. Karena Kontral Kinerja tersebut berlaku untuk Tahun Buku 2020 bukan Tahun Buku 2019. Selain itu Target Laba Rp 500 Milyar tidak tercantum dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) Tahun Buku 2018/2019 dan tidak tercantum dalam Berita Acara RUPS 2018, 2019, sehingga saya sebenarnya tidak dapat diminta pertanggungjawaban dan tidak dapat dinilai tidak cakap.” Sentil Izak Tegas.

Sebenarnya, sambung Izak,  “Pencapaian Laba Rp500 Milyar dapat saya lakukan jika saya diberi kesempatan untuk membuktikannya dalam Kinerja Tahun Buku selanjutnya, bukan pada Tahun Buku 2019. Karena pada Tahun Buku 2019 saya baru menjabat 6 Bulan (13 Juni 2019 s/d-31 Desember 2019).”

Izak mengingatkan bahwa berdasarkan Akta Berita Acara RUPS Luar Biasa PT. BPD NTT Nomor 01 tanggal 11 Juni 2019 telah menyetujui dan mengesahkan dirinya sebagai Direktur Utama PT. BPD NTT untuk masa jabatan mulai tanggal 11 Jun 2019 tanggal 10 Juni 2023 (4 Tahun), namun baru 6 (enam) bulan ia melaksanakan tugas sebagai Direktur Utama PT. BPD NTT, ia sudah diberhentikan melalui RUPS LB yang digelar pada 6 Mei 2020 dengan alasan karena tidak mencapai target laba bersih Rp. 500 Milyar.

“Padahal kontrak kinerja pejabat PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur masih ada waktu enam bulan lagi untuk mengevaluasi capaian targe Rp. 500 Milyar.” Tandasnya.

RUPS LB 2020 juga  tidak memberikan kesempatan evaluasi sampai akhi tahun, sebut Izak,

“Maka RUPS LB yang memberhentikan saya sebagai Direktur Utama tanggal 6 Mei 2020 adalah Keputusan yang premature dan cacat hukum, karena evaluasi kinerja dilakukan dipertengahan tahun, padahal seharusnya evaluas kinerja laporan keuangan dilakukan diakhir tahun sebagaimana diatur dalam ketentuan.” Imbuhnya.

“Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Pasal 67 dan Pasal 69, dengan demikian layak dan sepatutnya RUPS Luar Biasa PT. Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur tanggal 06 Mei 2020 dapat dinyatakan tidah sah menurut hukum.” Sebut Izak mengingatkan.

Izak juga menegaskan bahwa dengan  diberhentikan dirinya dan kemudian diberikan kesempatan mencalonkan diri sebagai Direktur Kepatuhan seperti yang termuat dalam Berita Acara RUPS LB tgl 6 Mei 2020, membuktikan bahwa apa yang disampaikan oleh Gubernur sebagai PSP bahwa penyegaran atau rotasi diduga sebagai sebuah pembohongan dan fitnah,

“Kenapa? Karena saya harus mengikuti proses pencalonan dari awal lagi dan dalam kondisi yang sudah “dibunuh” dan harus “bangkit” melamar diposisi yang lebih rendah karena sesungguhnya sesuai anggaran dasar bank NTT dan POJK Tata Kelola Direktur Utama adalah Pimpinan Direksi, jadi bukan sekedar “sudah dibunuh” tetapi masih dihina pula. Saya mengikuti proses tersebut untuk membuktikan bahwa memang sesungguhnya bukan penyegaran, mutasi atau rotasi tetapi didugaan ada niat jahat karena diduga tidak dapat bekerja sama.” Tegas Izak.

Senada dengan kliennya, Kuasa Hukum Izak Rihi, Yoseph Pati Bean mengatakan dalam Duplik Para Tergugat yang menyatakan “bahwa PENGGUGAT senyatanya tidak sebagai karyawan PT. BPD NTT tetapi diberikan kesempatan untuk mengikuti Direktur Kepatuhan pada PT. BPD NTT namun demikian Penggugat tidak memenuhi kriteria untuk diangkat sebagai Direktur Kepatuhan PT. BPD NTT”.

Yoseph Pati Bien, SH, menegaskan bahwa pendapat tersebut tidak benar karena faktanya “BUKAN” karyawan PT. BPD NTT tetapi Direksi yang merupakan organ Perseroan sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan.

“Diangkatnya PENGGUGAT menjadi Direktur Utama karena adanya Akat Perjanjian merupakan peristiwa hukum perdata yang dibuat dalam berita acara/akta sehingga bukan merupakan hubungan kewenangan dalam tata Negara tetapi hubungan keperdataan. Merujuk pada Berita Acara RUPS Luar Biasa Nomor 18 tanggal 6 Mei 2020, yang memberhentikan dengan hormat PENGGUGAT dari jabatannya sebagai Direktur Utama kemudian dicalonkan sebagai Direktur Kepatuhan, jelas sekali bahwa ada dua keputusan yaitu pertama PENGGGUAT diberhentikan, kedua dicalonkan sebagai Direktur Kepatuhan. Substansi Gugatan Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh PENGGUGAT adalah terhadap Pemberhentian yang tidak sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku BUKAN kesempatan dicalonkan sebagai Direktur Kepatuhan. Ini dua hal yang berbeda”, jelas Yoseph Pati Bean, SH.

Ketika ditaya awak media terkait kutipan Firman Tuhan dari Injil Lukas 6:27-36 “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”, Erwan Fangidae SH, MH selaku Kuasa Hukum PENGGUGAT mengapresiasi hal tersebut sebagai sikap kerendahan hati TERGUGAT untuk minta didoakan oleh PENGGUGAT sebagai Hamba Tuhan. “ini sikap rendah hati untuk minta didoakan, tentunya kami dan PENGGUGAT pasti mengampuni dan mendoakan siapa saja yang telah menyadari perbuatannya yang telah melakukan tindakan yang tidak adil” demikian Kuasa Hukum mengakhiri perbincangan dengan awak media.|| jbr