Visi, Misi dan Program Kerja Dr.drh.Maxs Sanam,M.Sc Jika Dipercaya Tuhan Jadi Rektor Undana

KUPANG, TOPNewsNTT|| Dinamika pemilihan Calon Rektor Universitas Nusa Cendana periode 2021-2025 sudah sampai ke tahap pemungutan suara tahap satu, dan sisa 2 tahapan lagi yaitu pemungutan suara kedua dan wawancara dengan Menteri.
Dari pemungutan suara tahap pertama ada tiga balon yang tersisa. Salah satunya adalah Dr.drh.Maxs Uria E.Sanam, M.Sc yang meraih 21 suara mengungguli 4 balon lainnya.
Seperti apa visi, misi dan program kerja Dr.drh.Maxs Sanam jika terpilih sebagai Rektor Undana periode 2021-2025 nanti?
Di ruang kerja Warek 1 Ruang Rektorat Undana, pria berusia 56 tahun ini memaparkan apa saja visi, misi dan program kerja yang akan dilaksanalannya jika dipercaya Tuhan dan senat memimpin Undana 5 tahun ke depan (Jumat, 27/8).
“Apa yang saya sampaikan dalam pemaparan visi, misi dan program balon rektor 2021-2025 yaitu dengan fokuskan pada pengembangan sdm.” Ujar Maxs awali bincang-bincang kami.
“Ini juga menjadi komitmen dari pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden Jokowi yaitu bagaimana membangun SDM masyarakat Indonesia yang unggul.” Lanjutnya serius.
“Karena sekarang ini terjadi berbagai macam perubahan. Terkait revolusi industri keempat. Internet makin penting karena segala sesuatu menggunakan internet. Banyak pekerjaan berubah ke teknology digital dan kita harus mengikutinya. Banyak pekerjaan berubah dan hilang karena sudah dimudahkan dengan digitalisasi.” Tandasnya mengingatkan.
“Menghadapi persoalan distorsi ini, kita butuh manusia dengan sdm yang tinggi, berkualitas dan adaptif, agile learner student. Jadi bukan hanya sdm yang adaptif, misalnya kalau di panas dia berpindah ke dingin saja, tapi dia juga adaptif yaitu pindah ke dingin tapi masih bisa kerja di panas, itu yang namanya agile. Manusia seperti itu yang dibutuhkan sekarang.” Jelasnya simple.
“Jika dulu kita belajar hanya untuk menguasai literasi lama seperti baca, tulis, hitung dll, maka sekarang sudah berkembang. Harus ada literasi tambahan yaitu literasi data, literasi teknology dan literasi manusia (humanity).” Lanjutnya menjelaskan.
“Literasi data karena sekarang orang berbicara harus berdasarkan data bukan asumsi, tapi harus dengan informasi yang benar. Anak-anak harus diajari bagaimana mereka mencari data, mengevaluasi, analisis kemudian men-share data itu. Jika tidak, maka kita akan terjebak dengan hoax. Era digital kan seperti itu, orang dapat informasi tanpa meneliti langsung share saja. Karena cara belajar kita hanya monolog. Era ini segala sesuatu harus diteliti.” Lanjutnya menjelaskan.
“Apalagi saat pandemi sekarang sudah berubah jadi BDR. Kondisi ini malah membuat semua orang mau tidak mau harus mau belajar dan menerima kemajuan teknologi dibidang informasi, literasi. Segala sesuatu harus dikonfirmasi, evaluasi dan diteliti dengan data. Literasi teknology harus sejalan dengan teknology yang berkembang sekarang.” Ungkapnya.
“Saat ini hampir semua bidang menggunakan teknology digital. Pertanian, peternakan sudah dalam bentuk digital karena perkembangan membutuhkan itu.” Tambah Maxs tersenyum yang masa kecilnya diakuinya dilewati dalam kondisi sederhana dan sempat berjualan kue pisang goreng dikampungnya.
Bidang peternakan dengan teknology, ungkap Maxs yang sempat menjadi siswa utusan provinsi NTT ke SMAN 6 Solo ini, “Ternyata sekarang bisa dikembangkan bukan hanya untuk menghasilkan daging dan susu saja secara konvensional, tapi juga feses tinja bisa dipakai sebagai biogas dan pupuk.”
“Konsep belajar universitas adalah bukan hanya di dalam kelas tapi diluar kelas dengan materi dan praktek sekalian jalan. Dosen harus bisa menerapkan perubahan tersebut, sehingga siswa bisa belajar sambil praktekkan langsung ilmunya, menemukan dan menyelesaikan masalah di lapangan. Jadi ini adalah implementasi konsep “Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka” menteri pendidikan. Ini namanya transformasi pembelajaran yaitu literasi data, literasi digital dan literasi humanity (manusia). Orang tidak hanya pintar tapi harus punya humanity yang baik : empaty, compasion, dan dll.” Tandas Maxs lebih merinci konsep yang ingin diterapkan jika ia dipercaya sebagai rektor.
“Kita didik orang bukan hanya jadi pintar dan terampil, tapi punya hati yang baik, (akan jadi berbahya kalau tidak punya hati yang baik). Pola pengajaran harus berubah tidak bisa monolog dan hanya mengakses teknology saja. Tapi harus dibina juga humanitynya, etika dan lain sebagainya.” Ujarnya lagi.
“Siswa tidak bisa hanya diberi outline dan belajar satu arah saja. Mahasiswa harus bisa mempraktekkan bukan hanya ilmu tapi bisa bersosialisasi dan solve problem.” Jelasnya.
“Sebagai contoh apa yang kami buat di Fakultas Peternakan Undana untuk menerapkan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka dengan belajar di luar kelas yaitu saat ini kami buka peternakan ayam di kampus dan mahasiswa langsung praktekkan ilmu peternakan yang didapat dikelas dan menemukan serta menyelesaikan masalah di kandang ayam.” Ungkapnya.
Dengan belajar langsung praktek, jelas Maxs, yang sempat bercita-cita jadi kepala dinas peternakan dulu, “Nilai mata kuliah peternakan siswa didapat dari prakteknya di kandang ayam, sapi dan lain-lain. Anak-anak juga bisa bersosialisasi yang akan diterapkan dikehidupan mereka nantinya. Mata kuliah teknik membuat ransum dan marketing misalnya bisa didapat dikandang saat praktek. Hidup bersama dalam PKL itu akan menjadikan mahasiswa mampu juga menciptakan hubungan yang harmonis, dan menciptakan terobosan teknologi yang memberi solusi bagi masalah di dunia nyata.”
Dalam padangan idealnya, Maxs dokter hewan dan memiliki isteri dokter hewan ini, konsep Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka akan menciptakan lulusan dan generasi unggul.
Hal lain yang jadi targetnya adalah peningkatan SDM tenaga pengajar atau dosen di Undana yang saat ini menurut Maxs terkendala oleh moratorium rekrutmen dosen.
“Di Undana saat ini ada 75 dosen, namun dikuatirkan 1 atau 2 tahun ke depan jika tidak ada rekrutmen dosen, maka akan tersisa 8 atau 9 orang dosen saja karena semuanya pensiun. Karena saat rekrutmen dulu diangkat sekaligus dengan rentang usia hampir sama semua, sehingga saat pensiun, maka akan sekalian juga dan kita sisa beberapa dosen saja yang diangkat dalam perjalanan dan berusia sedikit lebih muda.” Jelasnya.
Maka strategi yang akan dilakukannya nanti adalah dengan merekrut dosen tetap non-pns walau akan membebani keuangan Undana, tapi tidak ada pilihan lain.
“Karena rentang waktu pembentukan sampai menjadi tenaga dosen bukan sebentar waktunya, butuh waktu puluhan tahun. Kita harus memplaningnya. Jika kita harus terapkan transformasi pembelajaran dalam konsep merdeka belajar dan kampus merdeka.”
Untuk menghasilkan lulusan berkualitas dan berkompeten, ia memiliki konsep 5 C yang dibutuhkan dalam mewujudkan kompetensi tenaga kerja tahun 2021 yaitu :
C pertama : Critical thinking dan problem solver : berpikir kritis dan mampu memecahkan masalah. Suasana belajar dalam maupun luar kelas harus tidak dalam tekanan agar intelektual dan kreatifitas mahasiswa tumbuh bersama. Dengan keduanya diharapkan mereka mampu memecahkan masalah yang ditemukan di lapangan.
C kedua adalah : Creativity : mahasiswa harus memiliki kreativitas. Sehingga didunia kerja dia mampu memecahkan masalah dengan kreativitasnya.
C ketiga adalah : Colaboration. Dan hanya bisa diperoleh di lapangan kerja. Karena demi menghasilkan yang berkualitas harus ada kolaborasi.
C keempat : Comunication, agar semua dapat menghasilkan kerja sama yang optimal dan berkualitas maka butuh komunikasi. Sederhanabya adalah Ilmu pengetahuan, kreativitas dan kolaborasi akan berjalan jika ada komunikasi. Komunikasi harus dilatih baik secara personal dan dalam kelompok.
C kelima adalah : compassion yang lebih tinggi dari empaty. Compasion adalah mendudukkan diri pada posisi orang lain. Compasion adalah merasa dan bertindak. Ikut merasakan tapi tidak disertai tindakan, sama saja tidak berguna.
Empaty tanpa compasion maka kosong,
“seperti misalnya ada orang meninggal kirim rip turut berduka dengan emot sedih tapi giliran minta kerelaan menolong keluarga yang berduka, yang sumbang mungkin 10 orang dari seribu lebih yang kirim ucapan.” Uajrnya mencontohkan.
Dan untuk menimbulkan compasion dalam jiwa mahasiswa di perguruan tinggi sebagai benteng terakhir dunia pendidikan agar mereka tidak hanya berintelektual, keterampilan dll saja, tapi memiliki nilai lebih yang punya kompasion, maka dunia pendidikan tinggi harus dapat dan mau tidak mau harus mau menghasilkan lulusan yang komplit.
Jangan hanya mengejar kuantitatif angka IPK saja, tapi kualitas humanitynya juga harus diasah dan dupersiapkan dengan benar. Rekrutmen tenaga kerja jangan lagi hanya melihat nilai IPK sedangkan psykotest terhadap pribadi pelamar atau pasion calon tenaga kerja dilihat terakhir.
“Untuk menghasilkan tenaga kerja yang memiliki kualitas dan kompetitif atau unggul, dalam perekrutan tenaga kerja harusnya didahului oleh psikotest duluan baru menilai kualitas lain seperti nilai akademik (IPK).” Ujar Maxs mengutarakan idenya.
Konsep merdeka belajar dan kampus merdeka, jelas Pria berdarah Timor dan Rote ini, sudah diterapkan di Undana yaitu di fakultas pertanian, peternakan dan FISIP dan hasilnya kualitas mahasiswa lebih tinggi dengan aspek-aspek diatas.
“Untuk menerapkannya maka pertama yang harus dilakukan adalah mindset berpikir yang harus diubah dalam semua aspek.” Tandasnya
“Selain SDM, infrastruktur Undana juga harus diperhatikan. Saat ini sudah banyak infrastruktur sudah dinagun dan sedang dirampungkan gedung audotorium dan ITE dsbnya, memang energi financial kita banyak tersedot ke situ tapi tidak ada pilihan lain. Kualitas harus dibarengi sarpras jika ingin konsep merdeka belajar dan kampus merdeka berjalan baik.” Ungkapnya.
“Hampir 10 tahun kebijakan nasional tidak ada lagi moratorium anggaran APBN untuk pembangunan infrastruktur sehingga kita menggunakan anggaran PDRB kita. Memang membebani kita karena dengan adanya pandemi lagi mahasiswa minta berbagai kebijakan terkait kewajiban mereka, mau tidak mau pemasukan kita menurun. Maka kita manahan sebentar infratruktur dan fokus kepada peningkatan sdm demi mewujudkan Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka.” Jelas Maxs serius.
“Kita harus merekrut dosen baru untuk menggantikan dosen-dosen yang pensiun. Maka kita akan angkat dosen S3 dan langsung mengajar. Akreditasi mengharapkan cakupan dosen S3. Sekarang kita akreditasi b dan kita ingin akreditas b dengan dorong 10 prodi saja untuk akreditasi a maka Undana bisa raih akreditasi a.” Katanya optimis.
“Untuk infrstruktur kita akan buat daftar tunggu. Ini dinamika saja, bukan dalam kapasitas menyalahkan ya, dinamika setiap masa kepemimpinan beda. Setiap pemimpin dengan masa dan kinerjanya masing-masing. Untuk memajukan Undana, prinsipnya jangan fokus pada masalah tapi fokus pada mencari solusi.” Ujarnya yakin.
Maxs sudah mengabdi selama 30 tahun didunia pendidikan tinggi menjadi dosen, dekan Fakultas Kedokteran dan Warek 1 Undana usai raih S2 langsung mengajar di SNAKMA sambil menunggu penempatan di Undana sebagai dokter hewan.
Maxs menyatakan bahwa selesai kuliah di Solo ia sebenarnya tidak ingin kembali Kupang. Tapi ada satu kejadian yang diamininya sebagai jalan Tuhan baginya mengabdi di NTT yaitu saat ada seleksi dosen di UGM ia akui tidak direstui oleh mamanya. Namun ia tetap nekad pergi ke Jogya, dan akibat melawan keinginan mamanya agar ia tidak pergi ke Jogya, Maxs sempat kehilangan kopernya yang berisi semua ijasahnya dari SD hingga dokter hewan dalam perjalanan ke Jogya saat itu. Dan setelah bernazar minta Tuhan bantu kembalikan koper berisi seluruh ijasahnya, Maxs akhirnya pulang Kupang memenuhi nazarnya pada Tuhan bahwa jika Tuhan kembalikan kopernya beserta selurub ijasahnya, ia akan pulang Kupang dan abdikan dirinya.
“Ternyata koper saya diambil tanpa sengaja oleh penumpang lainnya. Itulah awal saya akhirnya putuskan pulang Kupang. Kejadian itu saya amini sebagai panggilan Tuhan untuk Pulang Membangun Dunia Pendidikan di NTT,” ujar pria berputeri dua ini,
“Ini berkat doa mama.” Tambahnya terharu.
“Saya tamat dari SMAN 6 Solo, karena saya merupakan siswa dalam program persiapan bagi kelas dua SMA di NTT untuk belajar mempersiapkan diri ikut ujian masuk perguruan tinggi. Waktu itu saya kelas 2 SMAN 2 Kupang.” Jelasnya mengingat.
Dalam pandangannya dunia pendidikan tinggi NTT memang Angka Partisipasi masih rendah dibawah 50%.
“Tapi bukan berarti kita semua harus kuliah dan raih gelar sarjana. Tapi setiap anak harus kuliah sesuai kompetensi dan pasionnya agar kompeten di dunia kerja. Karena jika orang kuliah tidak sesuai kompetensi dan pasion maka akan bebani negara juga karena dibiayai negara.” Katanya.
Saat ini, ujar Maxa gelar sarjana bukan hal paling penting jika tidak punya kompetensi apapun.
“Dokter hewan misalnya tidak hanya kuasai materi tapi kompetensi juga bagus tahu cara ambil darah hewan, bisa buat terobosan di dunia peternakan.” Katanya mencontohkan.
Sebagai ketua Perhimpunan Dokter Hewan NTT dan Maxs nyatakan ingin ciptakan dokter hewan yang punya kompetensi dengan metode pembelajaran sepanjang hayat atau Continyu Education lewat pelatihan dll.
Kurikulum yang benar, uajrnya, harus diikuti dengan pembelajaran yang berkualitas sehingga menghasilkan sarjana yang berkompeten.
“Jika Tuhan mengijinkan sebagai rektor maka saya hanya ingin Undana bisa hasilkan sarjana yang punya 3 hal ini, yaitub kognitif (pengetahuan), psikonogtif (keterampilan) dan Afeksi (soft skill (5c)). Harus ada, utuh. Saat ini orang lebih kualitas jika punya soft skill. ” Ungkap Maxs simple.
Demgan semua standar diatas, Maxs yakin sarjana di NTT akan menjadikan kondisi sulit di NTT apapun itu bukan menjadi halangan, bahkan akan menjadi pijakan spirit untuk bangkit dan maju, jika dibarengi dengan soft skill, empati dan compasion.
Mengapa ia memilih fakuktas peternakan, karena ia melihat pria yang awalnya ingin jadi dokter manusia, karena ia sadar bahwa utusan provinsi NTT, maka tidak boleh kecewakan pemerintah karena ia dikirimka ke SMAN 6 Solo untuk bisa raih kesempatan lulus di Univeraitas di luar NTT.
“Jika dipercaya Tuhan sebagai Rektor Undana, maka mimpi saya sederhana saja, pertama dari faktor usia saya hanya akan menjabat satu periode sebagao dosen jika Tuhan berkenan ya, kedua saya hanya ingin mengisi 4 tahun kepemimpinan saya dengan menghasilkan sarjana yang memiliki intelektual hebat, punya kompetensi dibidangnya, memiliki soft skill, empati dan compasion sehingga dapat berguna bagi bangsa dan negara.” Ujar lulusan SMAN 6 Solo ini sederhana. Mari kita bangun iklim akademik sesuai demga konsep pendidikan tinggi Menteri yaitu “Merdeka Belajar, Kampus Merdeka.”** juli br