Lucky Kolly : TJPS, Solusi pulihkan ekonomi masyarakat di masa Pandemi

Birokrasi Pertanian Regional

NTT, TOP News NTT■■ Masa pandemi Covid-19 masih terus berlangsung hingga penghujung September 2020 sejak mulai melanda dunia Maret lalu.

Pembatasan sosial di berbagai aspek kehidupan manusia disertai penerapan protokol kesehatan yang ketat di era New Normal, tenyata masih membatasi ruang gerak semua pihak.

Penetapan aturan ini tentu membawa dampak yang paling terasa adalah bidang ekonomi, hampir seluruh dunia usaha mengurangi jam kerja, mengurangi staf bahkan banyak usaha ditutup akibat lockdown diawal-awal Pandemi melanda selama 4 bulan  pertama sejak Maret-Juni 2020. Bahkan sejak 15 Juni penerapan New Normal geliat ekonomi masih belum normal.

Dan usaha yang benar-benar merasakan dampaknya adalah Usaha kecil menengah dengan modal pas-pasan, walaupun masih berusaha bangkit namun dengan penghasilan menurun drastis karena pembeli berkurang akibat ancaman pandemi yang saat ini kembali meningkat, menjadi coklat setelah sempat hijau beberapa bulan lalu.

Sektor lain yang ikut merasakan adalah petani bukan hanya karena pandemi, tapi terutama ancaman kekeringan yang sudah melanda sejak tahun 2019 disebagian daerah, misalnya di Noelbaki yang biasanya mengharapkan air Bendungan Tilong sehingga petani sebelum tahun 2019 msih bisa panen 2 kali setahun, tanam sayur dan kolam ikan lele. Namun di awal 2019 dan makin meningkat di tahun 2020  akibat anomali iklim yang tidak menentu sebabkan debit air Bendungan Tilong bukan hanya berkurang tapi kering sehingga para petani hanya bisa panen sekali karena  harapkan curah hujan diawal musim.

Di 2020 ini malah mereka tidak bisa menaman, hujan yang hanya berlangsung diakhir tahun hingga awal tahun tidak cukup memberi ketersediaan air bagi mereka untuk menanam. Praktis mereka tidak panen pada tahun 2020 akibat  tidak ada curah hujan sejak awal tahun 2020, hingga September menyisakan keringnya banyak sumber air, terutama untuk areal persawahan yang selama ini menjadi sumber mata pencarian petani dan penyumbang terbesar pangan padi.

Di beberapa wilayah seperti desa Dendeng, Noelbaki, Oesao, Sumba Timur dalam pantauan media ini sudah terjadi pengurangan volume panen dari 2 kali di tahun 2018 kebawah menjadi 1 kali sejak 2019 dan makin memburuk di tahun 2020.

Namun ada harapan baik dengan program TJPS yang dicanangkan gubernur VBL  dan wakil gubernur JNS untuk mengatasi kemiskinan karena masalah kekeringan yang menyebabkan berkurangnya volume tanam dan panen khusus padi.

Karena komitmennya  memberi solusi ekonomi bagi  petani lewat program TJPS, pemerintah provinsi mencanangkan 10 ribu hektar bagi NTT harus ditanami dan untuk itu memberikan bantuan cuma-cuma sebagai modal kerja awal yang melibatkan petani dengan memakai lahan mereka dan lahan-lahan tidur dengan bantuan bibit padi dan jagung,  pupuk, pestisida, hand tracktor, pompa air dan bantuan sumur bor.

Untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan program TJPS hingga September 2020, media ini menemui Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Lucky Kolly di ruang kerjanya (Selasa, 29/09/2020).

“Jadi kita di tahun 2020 di era pandemi covid 19 pemerintah provinsi buat kebijakan pemulihan sosial ekonomi untuk masyarakat yang terdampak pandemi. Dan dinas pertanian mendapat tugas membantu masyarakat melalui instrumen  kebijakan gerakan  TJPS. Dan di 2020  kita dapat target 10.000 hektar untuk 16 kabupaten kota. Dan dari 10.000 hektar tersebut, kita sudah menaman dari bulan April sampai September  dilahan seluas 1.400 hektar lebih. Bahkan realisasi tanam itu sudah ada bebrapa daerah yang mulai panen yaitu di Malaka, Manggarai Timur,  Manggarai Barat, nanti sedikit lagi Kupang, kemudian Belu sedang menanam, Rote sedang menanam. Dan sisanya 8.600 hektar akan kita tanam di musim hujan.  Yang 1.400 hektar ini kita tanam di wilayah yang memiliki kandungan sumber air sehingga masih bisa ditanam dimusim kering. Sisanya adalah wilayah dengan curah hujan sedikit dan kandungan air minim sehingga hanya bisa tanam di musim penghujan.” Jelas Lucky.

“Kita punya tantangan untuk menanam di musim kemarau itu adalah masalah ketersediaan air. Sebenarnya air masih cukup kalau kita mempersiapkan dengan baik kebetulan pada saat melaksanakan kebijakan ini agak terlambat karena kita harus konsolidasi anggaran, benih, sarana produksi dan  itu membutuhkan waktu, alat mesin pertanian, pompa air dsbnya sehingga sedikit terlambat dan kita hanya mampu menanam 1.400 hektar.” Tandasnya lagi

“Kedepan kita akan persiapkan dengan lebih baik, karena resiko tanam dimusim kering adalah ketersediaan air menjadi faktor penentu.  Kita akan konsolidasi dengan lebih baik dan akan mengawal secara ketat, jadwal kerja yang sudah kita persiapkan sehingga kita bisa menanam pada tahun depan paling lambat Juni tahun depan.” Jelasnya.

“Untuk musim penghujan tahun ini (Maret-Juni 2020) kita sudah menanam di 16 kabupaten kota yaitu di kabupaten Kupang, TTS, TTU, Belu, Malaka, Rote Ndao, seluruh Sumba, Manggarai Timur, Manggarai Barat, dan Lembata. Sedangkan Sabu dan Alor akan dilaksanakan tahun 2021.” Jelasnya lagi.

“Semua kita pemerintah provinsi yang  persiapkan dari dana provinsi NTT sekitar Rp35 miliar. Mulai dari benih, sudah  kita persiapkan 100 ribu ton yaitu jagung hibrida 68 ribu ton dan sekitar  35-36 ribu ton benih komposit. Termasuk pompa juga kami siapkan dan sudah distribusi untuk 14 wilayah kabupaten kota yang menjadi tujuan pelaksanaan TJPS. Jumlah unit pompa tergantung luas lahan dan sistemnya adalah brigade atau mobile,  tidak diberikan untuk dikelola tetap oleh  masyarakat baik pompa maupun tracktor tersebut. Karena pengalaman menunjukkan jika diberikan kepada masyarakat,  pemeliharaannya akan sangat membebani masyarakat, sehingga kalau dia rusak sayang masyarakat tidak bisa mempergunakan. Makanya sengaja dikelola oleh pemerintah supaya pemeliharaannya tetap dapat dijaga sehingga dapat didistribusikan dimana petani sedang beraktifitas. Dan itu yang dilakukan juga di wilayah Sumba kami diberikan 4 unit tractor besar dengan sistem   brigade atau mobile untuk keempat kabupaten di Sumba (Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Barat Daya). Bahkan  operatornya disiapkan juga oleh pemerintah provinsi NTT untuk memudahkan pengoperasian alat atau sarana produksi tersebut. Jadi kami siapkan operator dan dimana masyarakat butuh maka operatorlah yang akan mendatangi  masyarakat dan mengelola lahan mereka. Dan setelah itu akan rolling ke lahan lain. Seperti Wilayah Sumba, saat ini Sumba Tengah butuh sehingga operator ke wilayah sana, kelola lahannya dan nanti pindah ke wilayah mana yang membutuhkan tractor.” Jelas Lucky.

Menurut Lucky, pemerintah provinsi sudah siapkan  64 unit tractor besar dan kemarin sudah dikirimkan ke Wilayah Sumba 4 unit,  nanti akan dikirimkan lagi ke Flores dan Timor,  sisanya  1 atau 2 unit untuk dioperasikan di wilayah kota Kupang.
“Dan semua sistem brigade atau mobile ini sudah diketahui oleh setiap kepala daerah, kadis maupun plt.kadis pertanian, dan para petani. Bahkan kami akan memberi eskavator, dan jika tanpa sistem brigade, penyediaan operator serta pemeliharaannya oleh pemerintah provinsi NTT maka akan memberi masalah bagi masyarakat terkait pemeliharaan dan pengoperasian. Bayangkan kalau eksafaor petani yang urus jika  satu ban saja rusak harganya Rp75 juta. Kan kasian masyarakat, dan pastikan akan rusak dan tidak berfungsi.” Imbuhnya menjelaskan.
“Kita ambil kebijakan untuk semua petani pemerintah siapkan tracktor dan operator, dan jika ada petani mau tanam dan kelola lahan silahkan ajukan surat dan kita akan kirim tractor bersama operatornya. Bahkan kita kasi bibit, pupuk dan pestisida dan PPL. Apa lagi yang kurang dari perhatian pemerintah? Nanti dia mau olah lagi, bersurat,  kita cek dan kita layani. Semuanya gratis baik tracktor dengan operatorny, bahkan bibit, pestisida dan pupuk bahkan didampingi PPL kita kasi gratis bahkan jalur pemasaran kita bantu. Sekarang tinggal masyarakat mau secara antusias menyambut baik dan kerja saja dan ekonomi masyarakat akan bisa dipulihkan kembali.” Ungkapnya bersemangat.

Pemprov.NTT juga sudah menyiapkan PPL 170 orang khusus untuk kawal TJPS, ditambah  PPL provinsi  sebanyak 3000 orang dan ditambah kerja sama dengan TNI/POLRI dan Babhinsa  sekitar 500 orang.
“TJPS merupakan sebuah program masiv, sehingga kita akan dorong bupati seluruh NTT untuk betul-betul memobilisasi sumber daya pertanian yang ada di masing-masing daerah di wilayah-wilayah kerja pertanian untuk sama-sama bergerak bersama mengangkat kehidupan masyarakat.” Ulasnya.

“Kita juga perhitungkan dari aspek pemasaran, memang fakta menunjukkan karena pemasaran yang terhambat, produksi pertanian masyarakat menumpuk dipetani bahkan jika dijualpun  harganya turun sehingga petani jadi tidak bersemangat. Dan kita mau agar program ini berkelanjutan dan untuk itu jaminan pasar harus pasti. Untuk maksud itu kami sudah bekerja sama dengan beberapa pembeli yang  akan membeli semua hasil produksi jagung dari petani untuk didistribusi dan didiproduksi untuk kepentingan konsumsi dan pakan ternak. Dan dari hasil produksi biasanya 40 % adalah konsumsi, dan 60% harus dijual keluar.” Ulasnya terkait rencana alur pemasaran yang sudah dirancang pemprov.NTT untuk membantu petani khusus program TJPS.

“Pasar yang kita siapkan adalah mempertemukan dengan petani dengan pembeli.  Misalnya saja ada pemilik peternak ayam petelur di Tablolong yang  butuh  100 ton jagung setiap hari ini pasar kita, Otomatis produksi jagung petani akan tersalur ke sana. Kemudian sekarang sedang dipersiapkan pembangunan industri  pakan ternak dan di Manggarai sudah jalan, lalu di Sumba Tengah sementara dibangun, dan nanti di Timor sini akan dibangun juga. Dan itu kapasitanya 500 ton. Dan tentu semua ini akan terintegrasi untuk membantu menampung hasil produksi jagung dari petani.” Lanjutnya.

“Kita juga akan membangun pabrik pengolahan hasil ikutan jagung dengan disertifikasi pangan tapi karena jumlahnya banyak maka jagung tidak akan masuk semua ke sana. Jagung itu lebih kepada konsumsi dan pakan ternak.” Imbuhnya.

“Dari 1.400 hekatar yang di 16 kabupaten  jika akan hasilkan 1 hektar 5 ton x 14, maka dari  1.400 ton dipanen 7.000 ton untuk panen ini. Sisanya sekitar 40 ribuan ton dari 3  kabupaten lainnya.  Itu baru dari TJPS sedangkan dari penanaman oleh masyarakat kita bantu saja yang pemerintah siapkan ada 40 ribu hektar untuk musim tanam ini.” Bukanya.

“Di samping jagung kita juga diluar dari dana Belanja Tidak Terduga, untuk belanja Covid, provinsi NTT siapkan dana reguler. Kita juga menaman padi pada tahun ini  sebanyak 60 ribu hektar,  jagung 40 ribu hektar, dan sorgum 2.840 hektar dimusim hujan ini, disamping tanaman perkebunan, hortikultura  dan marungga untuk memulihkan ekonomi masyarakat dimmusim hujan untuk meningkatkan produktifitas.” Ulasnya.

Untuk program TJPS, jelas Lucky akan  ditanam di lahan petani dengan semua modal dari pemerintah dan hasil panen  milik masyarakat, masyarakat tinggal mengerjakannya,  bahkan pemerintah membantu pemasaran. Masyarakat akan menerima semua menjadi milik masyarakat. Apalagi dalam masa pandemi tidak boleh ada cost dari masyarakat, karena masyarakat sudah terdampak secara covid, pendapatan tidak ada, ekonomi melemah, makanya pemerintah  masuk untuk  mengangkat dengan instrumen kebijakan program TJPS, yang sebelumnya pendapatan tidak ada kan akan panen dan ada pembeli,  kehidupan masyarakat akan  terangkat masyarakat mengelola, dan pemrintah membantu pemasaran hasilnya produksinya, dan  hasilnya 100 persen semua menjadi milik masyarakat.

Terkait TJPS, Lucky menjelaskan bahwa “Pertanian ini akan  terintegrasi antara jagung dan ternak jika ia panen jagung sebanyak 5 ton misalnya dijual Rp3.200/kilo saja petani akan peroleh hasil sebesar Rp16 juta. Dari Rp16 juta tersebut, sebagian untuk pangan,  sebagian bisa dibelikan sapi dan sebagian untuk disaving. Petani tidak harus beli sapi untuk dipelihara, bisa saja  kambing, domba dan babi, tergantung hewan apa yang dia dapat dan suka dikembangkan. Dan yang saving itu ia bisa beli jagung dan pupuk bersubsidi pupuk Rp1.000 dan benih Rp7000/kilo akan  disiapkan semua oleh pemerintah  baik bibit dan pupuk bersubsidi untuk mempermudah masyarakat melanjutkan program TJPS sehingga ekonomi keluarga dapat diangkat.” Katanya memberi gambaran hasil yang akan diperoleh petani dari program TJPS ini.

Sedangkan solusi pemerintah bagi kondisi anomali iklim yang sebabkan implikasi lingkungan yang macam-macam dan curah hujan sedikit sehingga sebabkan kekeringan. Dan dipertanian kita usahakan agar masyarakat bisa memanfaatkan sumber daya yang masih tersedia misalnya dengan memanam tanaman sayur umur pendek, atau jagung. Tapi menurut prediksi meterorology tahun 2020 akhir ini sampai awal 2021 curah hujan akan kembali normal.

Untuk  permintaan sumur bor pemerintah memang sudah pikirkan untuk memberikannya diwilayah-wilayah yang memang terdapat sumber air tanahnya. Kelompok tani bisa bersurat langsung ke PUPR Provinsi, atau ke Balai Wilayah Air Sungai atau  PU2AT Provinsi.
“Kelompok Tani bisa bersurat ke Kepala PUPR atau Dinas Pertambangan, SDM atau Pengairan dan wilayah sungai.” Jelasnya.

Musim tanam sekarang, ujat Lucky,  “kami siapkan padi 60 ribu hektar sekitar 1,200 ton sudah disebar ke kabupaten Kota, jagung 40 ribu hektar sekitar 800 ton dengan anggaran sekitar Rp100 miliar. Dan semua bibit diambil di dalam daerah dan jika kurang diambil dari luar, seperti jagung komposit yang dipanen oleh guvernur di Takari dua bulan lalu sudah hasilkan benih baru sekitar 170 ton padi yang sudah dikirimkan ke seluruh kabupaten kota di NTT. Jadi untuk penanaman di dalam daerah dan program TJPS kita akan gunakan bibit dari dalam daerah yang ditanam oleh petani kita sendiri, kita tidak akan ambil dari luar sepanjang dari dalam daerah bisa mencukupi.”

Kami juga mengharapkan kabupaten bisa membantu untuk pendampingan, monitoring dan evaluasi agar bisa terintegrasi dan kolaborasi antara pemerintah kabupaten karena mereka punya program sendiri yang bertautan dengan kebijakan provinsi dan pusat.

Sedangkan untuk 3 kabupaten sisa, jelas Lucky menambahkan,  “Akan ditanam pada musim penghujan nanti yaitu di kabupaten  Rote, Kabupaten Sabu dan kabupaten Alor baru akan ditanam pada musim penghujan  tahun depan.  Untuk kabupaten Rote Ndao sekitar 700 hektar, Kabupaten Sabu Raijua sekitar 500 hektar dan kabupaten  Alor sebanyak 800 hektar. Selain itu semua kabupaten kota akan disebar juga benih padi, selain jagung untuk TJPS. Sekarang kita sudah tanam benih dan akan panen pada Pebruari 2021 yang akan kami  salurkan pada bulan Maret 2021 untuk ditanam pada April 2021. Perkiraan  panen akan terjadi pada Juni 2021, terus  kita stop dulu di Juni 2021 agar masih tersedia air untuk tanam di bulan November atau Desember 2021. Karena lewat Juni maka akan gagal panen apalagi Juli Agustus dan September.”

Potensi potensial lahan basah bagi pelaksaan program TJPS pada musim kemarau  adalah  di Sumba Tengah dengan hamparan  seluas 5000 hektar. Potensi air tanahnya sangat mencukupi karena ada sumur dan bendungan dan juga  di Manggarai Timur seluas 5000 hektar, kawasan TTU dan Belu tepatnya di Fatuketi dengan manfaatkan bendungan Rotiklok akan ditanam pada areal seluas 6000  hektar, Malaka 5000 hektar,  TTU 2-3000 hektar, dan di TTS kita harapkan di dataran Bena bisa ditanaman jagung namun tantangannya  adalah sapi, Kabupaten Kupang dari wilayah Sulamu, Oeteta, Pariti, Fatuleu Barat bisa 2000-3000 hekatar, terus di Manusak dibawah Raknamo. Di lahan kering wilayah kabupaten lain kita tidak bisa paksakan tanam dimusim kemarau,  tapi akan kita tanam di musim hujan. Sehingga praktis tahun depan 20-25 ribu akan ditanam pada musim hujan, sisanya di musim hujan.”
“Jika dilihat dari anomali curah hujan tahun ini memberi implikasi luas tanam dan panen akan berubah. NTT memiliki lahan basah ada lebih dsri 127 ribu h dan lahan tadah hujan ada 68 ribu hektar. Dan otomatis pada musim tanam tahun ini akan alami ketersediaan air dan ini tentu akan berpengaruh pada produksi panen  padi. Dan kuncinya pada musim seperti ini petani butuh pemdampingan butuh ketersediaan benih. Dan jika lahan bisa tanam jagung ya tanam jagung bisa sayur yang umur pendek ya tanam sayur, intinya harus bijak memanfaatkan sumber air yang ada, sehingga petani tetap memiliki ketersediaan pangan untuk keluarga dan dijual.” Ujarnya memberi gambaran.

Lucky menutup perbincangan kami dengan sebuah ungkapan bahwa  “Harapan pemerintah adalah dalam sukseskan TJPS, pekerjaan yang besar ini,  kita harapkan dukungan semua pihak baik dari seluruh komponen masyarakat terutama partispasi aktif para petani, penyuluh dan pendamping di lapangan, kepala desa, camat, terutama bupati untuk bersama-sama gerakkan masyarakat.  Karena ini tujuannya untuk meningkatkan produktifitas pendapatan ekonomi masyarakat untuk bisa turunkan angka kemiskinan. Kebijakan yang besar ini tentunya pemerintah tidak bisa jalan sendiri, termasuk media kita minta dukungannya untuk mempublikasi, memberi masukan dan  mengkiritisi untuk agar  pemerintah dalam memperbaiki dimana perlu.” Ungkapnya berharap.■■ Juli br