FPG Pertanyakan Kasus Take Over Kredit Macet Artha Graha Rp 100 Miliar

Legislatif Regional

NTT, TOPNewsNTT||Fraksi Partai Golkar DPRD NTT terus mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilai janggal dan tidak rasional. Salah satunya FPG mempertanyakan kasus take over krrdit macet Artha Graha sebesar Rp 100 miliar. Apalagi kasus ini sudah menjadi temuan BPK.

Hal ini terungkap dalam Pandangan Umum FPG terhadap Rancangan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi NTT Tahun Anggaran 2023, dalam Rapat Paripurna ke-2, Masa Persidangan I, Tahun Sidang 2023/2024 DPRD NTT, Selasa (19/9), dipimpin oleh Wakil Ketua Dr Inche Sayuna.

Pandangan umum tersebut dibacakan oleh Jurubicara Johan J. Oematan, SH, MSi.
“Sehubungan dengan kasus take over kredit macet Artha Graha yang sudah menjadi temuan BPK dan berpotensi merugikan keuangan daerah sebesar Rp 100 miliar, Fraksi Partai Golkar meminta penjelasan saudara Penjabat Gubernur tentang tindak lanjutnya,” demikian tegas FPG.

Fraksi Golkar juga menyoroti kinerja dan kerja PT Flobamor, yang dianggap tidak profit, dan merugikan keuangan daerah. Padahal, kiberja BUMD milik Pemprov itu terus menurun hingga tidak mampu membayar gaji karyawan.
“Hampir seluruh kegiatan usaha yang bersifat profit dikerjakan oleh PT Flobamor, antara lain, pengelolaan Kapal Penyeberangan, Perhotelan (Hotel Sasando di Kupang dan Hotel Plago di Labuan Bajo), distribusi beras bansos, distribusi beras pegawai, usaha ternak, pengelolaan 7 destinasi pariwisata estate dan mewakili Pemda NTT dalam mengelola jasa pariwisata di Labuan Bajo. Kinerja PT Flobamor terus menurun hingga tidak mampu membayar gaji karyawan. Untuk itu Fraksi Partai Golkar meminta agar diadakan audit dengan tujuan tertentu terhadap PT Flobamor,” tegas Johan Oematan.
Soal Masa Kredit Dana PEN

Selain itu, FPG juga meminta klarifikasi Penjabat Gubernur NTT tentang masa kredit pinjaman dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). FPG berpendapat, dalam kaitan dengan pinjaman dana PEN, Fraksi Partai Golkar meminta penjelasan yang lengkap tentang masa kredit, baik masa grace period maupun masa pembayaran cicilan dan bunga.
“Hal ini perlu karena berkembang informasi bahwa masa grace period pada saat penandatanganan akta kredit adalah 3 tahun dengan masa pembayaran cicilan dan bunga selama 8 tahun. Sedangkan berkembang informasi bahwa ada perubahan masa grace period 2 tahun dan masa pembayaran cicilan dan bunga selama 9 tahun,” tegas Jon Oematan.

Menurut FPG, sehubungan dengan penggunaan dana pinjaman PEN sebesar kurang lebih Rp1 triliun, Fraksi Partai Golkar ingin saudara Penjabat Gubernur memberikan penjelasan yang berkaitan kualitas out put yang dihasilkan berupa ruas jalan hotmix, ruas jalan GO, ruas jalan GO plus, pembangunan SPAM dan embung- embung yang tersebar di Kabupaten/Kota se-NTT.
“Sebab sejauh hasil pengamatan Fraksi Partai Golkar, kualitas ruas jalan konstruksi GO dan GO plus sangat memprihatinkan, juga kualitas SPAM dan embung-embung. Apalagi, sebut FPG, ini tidak sesuai dengan akta perjanjian kredit sebesar Rp 76 miliar yang sudah menjadi temuan BPK. Mohon Fraksi Partai Golkar minta penjelasan.|| jbr