Hakim Ketua Minta Ahli Perdata Jawab Sesuai Dasar Hukum, Jangan Buat Rancu

KUPANG, TOPNewsNTT|| Hakim Ketua Florence Katerina, S.H., M.H dalam persidangan Gugatan PMH Nomor 309 Mantan Dirut Bank NTT, Izak Eduard Rihi terhadap 33 tergugat antara lain PSP, dan para pemegang saham seri A dan Seri B, serta tergugat lainnya, menegur Ahli Perdata yang diajukan Para Tergugat Joneri Bukit (Praktisi Hukum dan Dosen FH Undana) agar menjawab menurut pemahaman ahli berdasarkan apa kata UU (UU PT) jangan berdasar pemahaman pribadi.

Hal ini terekam saat sidang lanjutan Gugatan PMH Mantan Dirut Bank NTT Izak E.Rihi terhadap 33 tergugat di PN Kelas 1 A Kupang yang dipimpin oleh Hakim Ketua : Florence Katerina, S.H., M.H. , Hakim Anggota Rahmat Aries SB., S.H., M.H dan Hakim Anggota Consilia Ina Lestari Palang Ama, S.H. (Kamis, 14/9).

Penegasan ini diucapkan Hakim Ketua menanggapi jawaban Ahli yang tidak mampu menjelaskan dasar hukum dari jawabannya sendiri tentang ; Kesempatan Membela diri selama 30 hari dari pasal 105 UU PT.

Hakim Ketua  : “saya ingin menanyakan kesempatan membela diri didalam UU itu, ketika yang bersangkutan akan diberhentikan ia harusnya ia diberitahu. Kenapa UU menyebut seperti itu untuk apa? Untuk yang bersangkutan mempersiapkan pembelaan diri. Maka di UU wajib diberi kesempatan. Dalam keadaan ketidaktahuan ia akan diberhentikan saya yakin ia pasti shock, tidak percaya, dia tidak tahu apa yang harus ia perbuat, ya saya contohkan misalnya ketika yang saya tahu undangan itu untuk RUPS dan bukan untuk pemberhentian, tapi disaat undangan itu saya diberhentikan, itu loh  pemahaman saya, tapi jika saya berbeda dengan pemahaman saudara saya tidak tahu. Kita hanya mencari aturannya saja, betul tidak, sah tidak pemberhentian itu, itu saja. memang benar punya hak memberhentikan tapi kita harus tetap pada alurnya. Nah  Itu yang kita mau cari itu. Jadi jangan membuat rancu pemikiran. Jadi menurut undang-undang, bukan menurut ini, menurut  itu. Saya mau tanya lagi bagaiman menurut pemahaman saudara tentang pasal 105 ayat 3 disitu disebutkan, sebelum diberhentikan, wajib  yang betsamgkutan harus diberitahu, mengapa agar ia mempersiapkan pertanggungjawabannya mengapa ia diberhentikan. Apa pertanggunjawaban saya sehingga ketika saya dituduh saya bisa pertanggungjawaban. Dalam UU ditulis diberi kesempatan, diberi. Jadi agenda harus jelas, dan harus dipahami dengan jelas. Dari tadi saya bingung. Kepastian yang mana. Karena disini dicatat jadi jangan jadi rancu.”

Pernyataan Hakim Ketua tersebut untuk meminta penegasan Ahli atas jawaban-jawabannya terhadap pertanyaan Kuasa Hukum Tergugat tentang legalitas keputusan Pemberhentian Izak Rihi sebagai dirut Bank NTT tanpa menggunakan kesempatan membela diri dalam RUPS. Yang selalu dijawab Ahli bahwa keputusan itu sah menurut UU PT jika dirut tidak gunakan kesempatan membela diri dalam RUPS. Karena menurut ahli dalam UU PT pasal 105 tertera aturan ada kesempatan membela diri selama 30 hari sementara Hakim Consilia sedang membaca dokumen UU PT dan mencari didalam pasal 105 ada pernyataan pemberian kesempatan 30 hari namun tidak ditemukannya.

Berikut cuplikan tanya jawab antara kuasa hukum tergugat dan hakim Consilia terhadap Ahli Perdata :

Biro hukum “terkait prosedur pemberhentian tadi ahli menyebut ada tenggang waktu yang diberikan kepada seseorang yang merasa punya hak mengajukan keberatan. Tenggang waktu yang dimaksud yang diberikan seperti apa?”

Ahli Perdata : “dalam pasal 105 UU PT tadi diberikan waktu yamg cukup panjang selama 30 hari. Apabila dalam tenggang waktu tersebut yang bersangkutan tidak memberikan sanggahan atau keberatan maka secara hukum yang bersangkutan menyetujui keputusan tetsebut secara hukum.”

Hakim Consilia ” tercantum dimana tentang pemberian waktu 30 hari itu?”

Ahli Perdata : “tercantum dalam UU PT pasal 105.”

Hakim Consilia : “Dipenjelasan ayat mana ya? Karena saya juga pegang dan baca ulang-ulang UU PT pasal 105 tapi tidak ada saya dapati pernyataan pemberian tenggat waktu 30 hari. Apa mungkin dalam penjelasannya ya?. Jangan sampai dalam penjelasannya? Dalam pasalnya tidak ada? Kita omong UU jadi saya juga membacanya tapi tidak ada pemberian tenggang waktu 30 hari itu.”

Ahli Perdata : “Tapi paling tidak yang mulia, menurut pemahaman saya, terkait dengan prosedur pemberhentian sudah memenuhi hak dan kewajiban yang diatur oleh Perseroan Terbatas kepada dirut dan menurut pemahaman saya itu sudah memenuhi ketentuan hukum tersebut.”

Hakim Consilia : “menurut pendapat saudara ya. Tapi dalam kasus ini bagaimana aturan  hukum acara itu, ya saudara terapkan dalam hal ini, karena yang kita tahu hukum acara itu cuma berlaku untuk proses persidangan dari mulai pelaksanaan persidangan sampai pelaksanaan eksekusi. Dasar hukumnya yang harus dijelaskan agar tidak menjadi rancu. Maksudnya hukum acara perdata itu diterapkan pada saat apa, kapan dan dimana, hukum acara perdata dipakai. Hukum acara perdata dipakai dalam proses persidangan. Tadi saudara mengatakan bahwa yang  seperti tadi. Jadi boleh seperti itu menurut saudara?”

Ahli Perdata : “ya saya sependapat dengan pendapat yang mulia bahwa hukum acara perdata boleh dipakai dalam proses persidangan.”

Hakim Consilia : “kembali ke pasal 105 tadi saudara mengatakan bahwa yang bersangkutan diberi hak untuk membela diri. Bagaimana jika misalnya ia tidak diberi kesempatan untuk itu?”

Ahli perdata : ” Jadi waktu itu bisa dipakai sebagai kesempatan membela diri  diberi atau tidak diberi karena ada tenggat waktu 30 hari yang cukup bagi yang diberhentikan itu.  Menurut pemahaman saya dari awal ia seharusnya tidak menerima keputusan RUPS atas prestasi maupun yamg lain sebagainya.”

Hakim Consilia : “Dalam UU PT diatur keputusan PSP harus diambil setelah yang bersangkutan diberikan kesempatan membela diri. Nah diberikan kesempatan ini yang bagaimana?”

Ahli Perdata : “Mungkin menurut pemahamam saya pemberian kesempatan ini cukup banyak dalam RUPS ada jeda waktu usai keputusan diambil ia bisa mengajukan keberatan secara etika ia tidak patut mengajukan keberatan lagi.”

Hakim Consilia : “Jadi menurut saudara tidak patut ya? Kira-kira untuk mengukur sesuatu patut tidak patut menurut ahli ukuran apa yang dipakai?”

Ahli Perdata : “yang saya maksudkan tidak patut ajukan keberatan lagi adalah karena keputusan sudah diambil dan yang bersangkutan tidak mengajukan keberatan, dalam norma yamg saya sebutkan tadi salah satu didalam UU PT diberikan waktu yang cukup 7 hari, 15 dan 30 hari lagi untuk lakukan pembelaan diri.”

Hakim Consilia : “Tadi saudara bilang perbuatan melawan hukum itu bukan hanya melanggar UU tapi juga melanggar kesopanan, kepatutan, dan perilaku yang menimbulkan sesutau yang melanggar norma? Dan kalau menurut saudara itu sesuatu yang tidak patut, itu menurut pendapat siapa yang bisa kita jadikan dasar yang mengatakan ini dari segi perbuatan melawan hukum dia tidak patut atau melanggar hak kepatutan. Ini sebenarnya ada pendapat ahlikah, atau doktrinkah untuk menilai patut dan tidak patut menurut saudara ini?”

Ahli Perdata : “Jadi menyangkut patut dan tidak patut, ini pendapat para ahli tapi saya sebagai ahli dalam hal ini berpendapat yang pertama karena ada asas kepastian hukum dan ini perlu dijelaskan dari aspek hukum. Memang  waktu itu saya tidak bisa menjelaskan ada tenggat waktu 30 hari, tapi menurut saya jika ia tidak menggunakan waktu pembelaan diri itu menyebabkan ada ketidakpastian hukum. Oleh sebab itu apabila waktu yang diberikan dalam hal ini akan saya dalami dasar hukumnya, waktu yang cukup kepada yang bersangkutan tapi tidak menggunakannya, maka itu dianggap setuju. Itu menurut pendapat saya.”

Hakim Consilia : “Jadi itu yang saudara maksudkan kepastian hukum ya? Ini kepastian hukum dalam hal yang bagaimana?”

Ahli Perdata : “Keputusan hukum untuk mengeksekusi keputusan tersebut, bahwa pemberhentian itu sah dan memenuhi syarat  mengikat dia sudah diberhentikan sebagai jabatan yang ada sebelumnya.”

Hakim Consilia : “Inikan  akan menimbulkan ketidakpastian hukum tapi dalam hak-hak ini keputusan-keputusan sudah keluar bahwa ini menduduki jabatan ini, dan ini menduduki jabatan ini, sudah ada surat keputusannya, yang artinya secara hukum sudah ada dasar hukum yang dipakai. Dalam kepastian hukum yang  bagaimana menurut saudara. Oklah, direkturnya dicopot dari jabatannya, ya kemudian dia digantikan oleh yang lain, itukan secara hukum tidak menimbulkan kekosongan sebenarnya kalau saya lihat. Artinya bank NTT tetap berjalan karena posisi-posisi ini telah diisi dan berdasarkan apa yang menurut pihak tergugat sendiri ada dasarnya ini, ada hukum yang dipakai ada sk yamg dikeluarkan oleh pihak tergugat, ini menduduki jabatan ini, kan ada dasar hukum. Kalau ada dasar hukum, artinya ada kepastian hukumnya di situ. Yang saudara maksud tidak ada kepastian hukum dalam RUPS dalam hal yang seperti apa?”

Ahli Perdata : “yang pertama terkait dengan pemberhentian dirut dia sudah diberikan waktu yang cukup tapi tidak menggunakan haknya, lebih dari itu apa yang sudah diputuskan dalam RUPS dan RUPS LB itu sudah ditetapkan dalam akta RUPS dan secara prinsip itu sudah membuktikan dia sudah menyetujui atas keputusan pemberhentian itu.”

Menanggapi hasil sidang dan pernyataan dalam jawaban Ahli Perdata terhadap pertanyaan Hakim Ketua dan Hakim Anggota tersebut, Kuasa Hukum Mantan Dirut Bank NTT Izak Eduard Rihi Ahmad Azis Ismail, SH setuju dengan kedua hakim bahwa  jawaban ahli Perdata Joneri Bukit rancu karena tidak bisa ia buktikan dalam UU PT padal 105 itu. Terlebih Ahmad Asiz menilai Ahli banyak menjawab tidak tahu dan tidak dapat menjelaskan, serta penjelasan lain yang justeru ia nilai malah untungkan penggugat.

“Keterangan Ahli Perdata yang dihadirkan kuasa hukum para tergugat rancu karena tadi ahli ketika ditanya oleh kuasa hukum  jawabannya banyak tidak tahunya. Padahal hal-hal prinsip yang tadi kita tanyakan misalnya terkait prosedur pemecatan atau pemberhentian Penggugat yang tidak ada alasan, alasan tidak muat dalam akta dan tidak ada usulan Dewan Komisaris. Itupun tidak dijelaskan oleh ahli. Jadi saya berkesimpulan ahli yang dihadirkan tadi malah menguntungkan tergugat, walaupun tadi dihadirkan oleh Tergugat.” Pungkas Asiz Ismail usai persidangan.

Ia juga menjelaskan tentang penjelasan Pasal 105 UU PT yang ditanyakan Hakim terkait pernyataan Ahli bahwa ada waktu 30 hari kesempatan membela diri yang tidak digunakan oleh Penggugat, Ahmad Asiz mengatakan bahwa ahli tidak mampu menjelaskan rujukan hukumnya,

“Jadi apapun pemberian pembelaan diri wajib diagendakan, tapi ini tidak diagendakan. Maka hakim ketua menekankan bahwa hak membela diri harus diagendakan dan diberitahukan kepada Penggugat agar ada kesempatan membela diri. Tapi ternyata tidak ada dan itu yang kami sebut sebagai perbuatan melanggar hukum yang secara formil yang sudah ada dalam gugatan.” Jelas Ahmad Asiz lagi.

Ahmad Asiz menjelaskan point menguntungkan lainnya adalah saat ahli menjelaskan tentang RUPS yang digelar secara Video Conference, dan dokumen ditandatangani secara elektronik padahal dalam pelaksanaannya tidak ada. Dan fakta itu menegaskan adanya perbuatan melawan hukum keputusan pemberhentian Penggugat sebagai dirut. Berikutnya terkait alasan, ahli jelaskan sesuai aturan harus ada sedangkan faktanya tidak ada.

“Prinsip dari perkara ini simple saja, soal perlawanan hukum formil adalah soal tidak ada kesempatan membela diri, tidak diagendakan dan tanpa usulan dewan komisaris dan OJK. Itu sebenarnya yang ditekankan dalam UU PT.” Tandas Muhamad Asiz.

“Terkait hak-hak yang diterima bahwa penggugata tidak menggunakan hak membela diri dan menerima hak-hak materilnya, berarti penggugat sudah menerima keputusan pemberhentian, itukan penafsiran menurut versi tergugat. Jadi apapun saksi yang disebut sebagai ahli dalam Hukum Acara perdata ia menyampaikan pendapat harus berdasarkan  hukum, yang kemudian kita kenal sebagai supermasi hukum tertinggi yakni UUD, Azas dan  Teori, nah tadi jawaban ahli lebih banyak msnjawab “menurut pemahaman saya” nah itu jawaban yang nanti akan dinilai majelis hakim nanti dalam kesimpulan dan putusan.” Tutupnya.

Berikut jawaban ahli Perdata yang berlangsung di ruang sidang PN Kupang terkait kesempatan membela diri 30 hari yang diberikan dalam RUPS tapi tidak digunakan oleh Penggugat dan justeru membuat sahnya keputusan pemberhentian yang ditegaskan ahli ada dalam pasal 105 UU PT dalam pandangan ahli perdata,  namun tidak ditemukan oleh Hakim Consilia dan justeru dipertanyakannya dari dasar apa ia menyatakannya.

Kuasa hukum Tergugat :

Yanto Ekon bertanya : “seorang direktur yang diberhentikan tidak mengajukan pembelaan diri apakah kesempatan tetap diberikan atau tidak?”

Ahli Perdata : “menurut pasal 105 ayat 2  bahwa pemberian kesempatan untuk membela diri tidak diperlukan tidak  berkeberatan jika yamg bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian dirinya.”

Yanto Ekon : “jadi anda mau bilang bahwa kesempatan itu ada tapi jika yang bersangkutan tidak berkeberatan atas pemberhentian dirinya maka kesempatan membela diri tidak diperlukan?”

Ahli Perdata : “ia beradasarkan pasal 105 ayat 2 UU PT tadi dan ayat 4”

Yanto ekon “Apabila ada seorang direktur bank yang diberhentikan dalam RUPS LB tapi ia tidak ajukan sesuatu keberatan, dia tidak memberikan jawaban, menurut hukum itu artinya apa?”

Ahli Perdata : “Menurut Perdata bahwa jika seseorang tidak mengajukan keberatan atau memberikan jawaban atas pemberhentiannya yang merugikan dirinya maka ia dianggap setuju sebab hukum acara perdata menganut kebenaran bahwa ketika seseorang tidak mengajukan keberatan artinya ia menyetujui.”

Yanto Ekon “Dalam hal penggugat mengikuti fit and proper tes untuk jabatan lain apakah itu bisa berarti yang bersangkutan menyetujui keputusan RUPS?”

Ahli Perdata : “Ya ia menyetujui keputusan RUPS”

Yanto Ekon : “dirut yang diberhentikan dan mengikuti tes untuk jabatan lain dan tidak lulus dalam tes itu dan dibayarkan hak-hak dan ia menerima hak-haknya sesuai UU Ketenagakerjaan, menurut Ahli apakah itu berarti yang bersangkutan menerima keputusan pemberhentiannya?”

Ahli Perdata : “Ya jika yang bersangkutan ikut dalam tes sebagai dirkep kemudian ia  menerima hak ataupun kewajiban maka itu sama dengan menyetujui dan menerima keputusan pemberhentianya.”

Apolos Djara Bomga (kuasa hukum Tergugat),

“Saudara saksi tadi mengatakan ada suatu proses pemberhentian dalam satu forum namanya Rapat Umum Pemehang Saham Luar Biasa kalau doktor Ridwan mengatakan yamg disebut RUPS LB sama dengan Extra Ordinary General Meeting jadi ia sangat mendesak apakah anda setuju dengan pernyataan ini?”

Ahli Perdata : “Ya saya setuju karena RUPS LB dapat dilaksanakan berdasarkan kepentingan Perusahaan. Extra Ordinary tadi,  untuk kepentingan perusahaan.”

Apolos : “jadi bukan untuk kepentingan masing-masing pemegang saham ya?”

Ahli Perdata : “Tidak”

Apolos : “Berkaitan dengan eberhenrian Seornag dorut dalam RUPS LB dan disetujui oleh 100% Pemegang Saham dan dibuat sk oleh PSP, dalam hal ini kebetulan PSP gubernur NTT yang punya saham lebih banyak menurut ahli apakah keputusan itu sah secara hukum karena sudah disetujui oleh 100% pemegang saham?”

Ahli Perdata : “ya menurut saya keputusan itu sah secara hukum yang pertama melalui rapat memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam UU pasal 77 ayat 1 UU no 80 Tahun 2007 tentang PT. Kemudian syarat lain adalah apabila telah terwakili seluruh pemegang saham diatas 90% seluruh pemegang saham yang ada di PT hadir dalam Rapat atas keputusan dimaksud.”

Apolos : “apakah dasar didalam UU PT misal pasal 85 ayat 3, pasal 98 ayat 2 dan seterusnya misalnya 10% direksi tidak hadir bisakan mengajukan keberatan maka 10% dari pemegang saham maksud saya berkaitan dengan pemberhentian seornag dirut yang sudah disetujui 100% ada dipasl UU PT yang mengatakan bahwa wajib secara hukum menggantikan 10 persen direksi yang tidak hadir?”

Ahli : “Bisa”

Apolos : “dapatkah seseorang ketika ia membuat suatu dalil yang beluma ada bukti yamg dimaksud dengan PMH dalam pasal 1365 adalah wajib secara hukum bukan dalam persepsi dan harus dibuktikan  kesalahan itu yang kalau dihubungkan dengan Teori asas Culpabilitas yakni seseorang tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan dalam dirinya, berkaitan dengan belum ada keputusan pidana yang berkekuatan hukum tetap tentang suatu ancaman, tentang suatu peristiwa fitnahan, pencemaran nama baik, menurut ahli dapatkah ini dituntut berdasarkan pasal PMH 1365?”

Ahli Perdata : “Secara hukum alat bukti harus mempunyai kekuatan yang mengikat. Tadi saudara msngatakan ada ancaman, fitnahan,  pencemarn nama baik, sepanjang itu tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat, atau hukum tetap, maka dalil yang disebutkan sebagai wacana itu tidak bisa dipakai sebagai alat bukti.

Kuasa Hukum Penggugat :

Ahmad Asiz : “saya minta pendapat ahli bahwa kehadiran ahli disini tidak ditemukan dalam hukum acara perdata sebagai alat bukti. Apakah itu yang dimaksud sebagai doktrin pendapat ahli?”

Ahli Perdata : “ya memang tidak ditemukan dengan jelas. Tetapi ahli tidak bisa disamakan dengan ahli dalam hukum acara perdata. Tapi saya hadir disini karena diminta para pihak sebagai ahli dalam perkara yang sedang berjalam.”

Ahmad Asiz : ” itu doktrin ya?”

Ahli perdata : “saya tidak bisa menjawab”

Ahmada Asiz : “sebagai seornag praktisi apa arti kata akta oetntik sebagai bukti sempurna”

Ahli perdata : ada dalam pasal 16 : 8 hukum Perdata, akta yang di buat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh/atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud itu, ditempat di mana akta dibuat

Ahmad asiz : “Terkait UU PT pasal 27. Misalbya ada  Sebuah Perusahaan yang lakukan RUPS secara teleconferance, dimana dalam UU PT pasal 27  ada dua yakni konvensional dan teleconfererance. Jelaskan apa itu RUPS LB Teleconferance dan konvensional.”

Ahli Perdata : “RUPS konvensional adalah yang dihadiri para peserta rups, dan yang tele conference atau zoom meeting. Saya perlu jelaskan Perma no 1/2000 tentang mediasi. Sebelum adanya covid 19, perma  wajibkan hadir tapi setelah adanya covid maka diperbolehkan dengan teleconferance atau wa dan vc, dalam keadaan tertentu RUPS LB bisa dilakukan melalui teleconferance.”

Ahmad Asiz : “Dalam RUPS LB elektronik yang dilaksanakan oleh PT A (sesuai fakta yang sudah kita periksa) tidak ada satupun, nanti ada korelasinya terhadap akta RUPS, tidak ada satupun penandatanganan secara elektronik. Bagaimana keabsahan  RUPS itu?”

Ahli perdata : “yang pertama tentang  penandatanganan itu tentu ada kesepakatan, mau tandatangan atau tidak jika RUPS setuju maka apa yang dibicarakan para pihak dalam RUPS sah dan terikat secara hukum. Terkait dengan zoom meeting itu ada atau tidak tandatangan elektronik itu memang belum ada sistem untuk membuat tandatangan elektronik sehingga pertanyaan saya apakah peserta rups setuju dan sepakat atas apa yang diputuskan dalam zoom meeting itu, apabila setuju maka kekuatan hukumnya mengikat. Itulah asaz hukum perdata.”

Ahmad Asiz : “terkait sebuah akta RUPS hasil RUPS yang dibuat dihadapan notris,  yang ada berbenturan dengan UU PT,  karena tidak memuat alasan pemberhentian, bagaimana pendapat ahli termasuk tidak dibuktikan alasannya?”

Ahli perdata : “pada UU Hukum Perdata no 16 : 8 sudah saya jelaskan tadi.”

Ahmad Asiz : “Terkait perbuatan melawan hukum pasal 1365 yang anda jelaskan setelah kita telusuri dikategorikan perbuatan melawam hukum komulatif dan alternatif. Bagaimana menurut ahli?”

Ahli Perdata : “bahwa sesensi pasal 1365 KUHPerdata tentang PMH itu adalah tiap perbuatan yang melawan hukum dan membawa kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu yang karena kesalahannya, untuk menggantikan kerugian tersebut, bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kealpaannya. Kemudian kewajibannya ada empat yaitu pertama wajib secara hukum menunjukkan kerugiannya, kedua kerugian itu harus nyata, jelas dan terbukti, tidak bisa kira-kira, kemudian harus dibuktikan dengan alat bukti apa yang disebut kerugian tersebut. Terkait penghinaan, apakah perbuatan penghinaan, pengancaman yang belum terbukti, apakah bisa digunakan sebagai dalil? Dan dengan tegas saya katakan tidak bisa. Dia harus mempunyai kekuatan hukum yang membuktikan asaz perbuatan tersebut, baru  ada, barulah itu dapat dipakai oleh pemutus sebagai alasan dan terikat secara hukum Jadi wajib secara hukum dibuktikan kesalahannya. Semua elemen adanya suatu  perbuatan melawan hukum adanya kesalahan pihak pelaku, adanya kepentingan banyak orang, adanya hubungan klausa, ini paling penting kalau tidak ada hubungan klausalitas perbuatan yang merugikan, itu tidak mungkin bisa menjadi pertimbangan dari pemutus dan beban pembuktian ada pada pihak yang menderita. Kemudian ada asas Actori In Cumbit Probatio adalah asas dalam hukum acara perdata yang secara harfiah berarti siapa yang menggugat dialah yang wajib membuktikan, Asas ini dikenal dalam hukum acara perdata dan secara eksplisit diatur dalam Pasal 163 HIR/283 RBg dan Pasal 1863 KUHPerdata.”

Bildad Thonak : “tadi anda katakan menghentikan seorang direksi harus adalah alasannya. Apakah alasan pemberhentian seorang direksi menurut UU PT apakah wajib dimuat dalam sebuah dokumen atau akta autentik atau seperti apa?”

Ahli Perdata : “jadi alasan itu tidak perlu dimuat dalam sebuah akta autentik dalam surat keputusan pembuat keputusanpun boleh mencantumkan alasan keputusan itu.”

Bildad : “kalau alasan pemberhentian tidak dicantumkan dalam sebuah akta autentik atau dokumen surat, itu seperti apa terkait keabsahan atau alasan?”

Ahli Perdata : “semua keputusan harus mengacu pada ketentuan dan aturan yang ada”

Bildad : “Misalnya saya dan beberapa orang menyetujui sebuah keputusan pemberhentian terhadap bapak yang dibuktikan dalam sebuah dokumen tapi tanpa memuat alasan pemberhentian, dan jika dikaitkan dengan pasal 105 UU PT apakah surat keputusan yang kami kirimkan kepada bapak terkait surat yang kami kirimkan yang tanpa memuat alasan pemberhentian itu melanggar norma dalam pasal 105 UU PT atau seperti apa?

Ahli : saya tegaskan semua yang diambil oleh yang mempunyai discresi atau berkepentingan, dia mempunyai dasar-dasar itu yang sesuai ketentuan.”

Bildad : “kalau didalam sebuah akta autenti atau dokumen autentik sebagai sebuah keputusan tidak ada memuat alasan pemberhentian entah direksi, sopir atau staf dari jabatan tersebut tanpa memuat alasan apakah administrasi pemberhentian itu sah atau tidak. Saya minta penegasan saja”

Ahli perdata : “saya tidak bisa berkomentar.”

Bildad : “terkait pemberian kesempatan membela diri saya baca apa yang  tertulis dalam UU PT saya baca untuk ahli ya “keputusan untuk memberhentikan seorang direksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 105 ayat 1 diambil “setelah” yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri dalam RUPS. Saya mau tanya ke saudara, makna  kata “setelah” itu apakah setelah adanya pemecatan baru diberikan atau sebelum adanya pemecatan baru diberikan kesempatan?”

Ahli Perdata : “Dalam beberapa RUPS menurut pemahaman saya, kita tidak bisa melihat konteks tata bahasanya. Kehadiran dia dalam RUPS itu, apakah dia hadir atau tidak? Apakah dia menyetujui keputusan RUPS atau tidak. Menurut pemahaman saya tanpa dipanggilpun ketika dia mengikuti RUPS, dia tahu apa yang terjadi atas dirinya. Maka pada kesempatan itu, dia boleh melakukan pembelaan diri.”

Bildad : “misalnya kita semua ini adalah pengurus atau pemegang saham dan misalnya kita mau pecat ibu hakim. Ketika konteks kita dalam hal ingin melakukan pemecatan menggunakan pasal 105 ayat 2, kita menggunakan yang mana? Kita memberikan memberikan kesempatan membela diri baru memecat atau kita memecat dulu baru memberi kesempatan membela diri?”

Ahli Perdata : “saya tidak bisa menjawab karena ini sudah masuk dalam kasus.”

Bildad ; “itu contoh saja. Oke terkait RUPS elektronik misal ada absennya, sampai dengan saat ini kita tidak tahu apakah semua pemegang saham hadir dan setuju atas keputusan RUPS LB kalau kita ingin tahu qorum tidaknya kalau baca aturan  harus ada absen elektroniknya. Apakah jika tidak bisa dibuktikan kehadirannya melalui absen elektronik apakah keputusan itu sah menuruf aturan qorum peserta atau tidak?

Ahli Perdata : “semua harus mengacu pada aturan yang berlaku.”

Bildad : “Tadi saudara mengatakan ada satu ketentuan dalam aturan yang mewajibkan jika ingin memecat direksi harus ada rekomendasi dari suatu lembaga kalau khusus PT harus ada rekomendasi dari OJK dan KRN. Ketika para pemegang saham  pemecatan direksi tanpa adanya rekomendasi dari OJK maupun KRN, apakah  itu dibenarkan atau sah secara hukum? Karena konteks Perbuatan Melawan Hukum adalah dalam.proses pemecatan.”

Ahli Perdata ; “saya tidak bisa menjelaskan”

Bildad : “khusus perbankkan atau BPD ini diawasi oleh berapa lembaga diluar bank?

Ahli perdata “BPD terikat dalam aturan  daperma, ……”

Bildad :” apakah BI, OJK dan BPKP dan penegak hukum wajib mengawasi?”

Ahli perdata : “wajib”

Bildad : “ketika sebuah lembaga perbankkan yang diawasinya mengambil suatu keputusan yang melanggar dari aturan yang ada pada lembaga yang mengawasinya, apakah itu dibenarkan?”

Ahli Perdata : “ya itu kewenangan daripada yang mengawasi.”

Bildad : “apakah aturan yang dibuat OJK wajib dipatuhi oleh organ-organ perbankkan misalnya oleh komisaris dan para  pemegang saham yang ada dalam lembaga yang diawasinya?”

Ahli Perdata : “seperti yang kita sama ketahui, aturan itu wajib dipatuhi oleh mereka.”

Bildad : “apa makna alat bukti persangkaan dalam hukum acara perdata?”

Ahli perdata : “Alat bukti persangkaan apakah sama atau dipersamakan dengan surat, atau dibawa surat, dia bisa juga dipakai sebagai alat bukti dalam persidangan. Persangkaan itu kalau seandainya mengakui, dia harus bisa membuktikan persangkaannya tersebut agat bisa dipakai sebagai bukti atas dalil.”

Sidang selanjutnya akan dilanjutkan pada 3 Oktober 2023.|| jbr