Balon Walikota Kupang 2024-2029 Ini Soroti Tata Ruang dan Masalah Sampah Di Kota Kupang

Figur Opini Politik Warta Kota

Oleh : Isidorus Lili Djawa

Tanggal 25 April 2024, Kota Kupang memperingati Hari Ulang Tahun Kota Kupang yang ke-138 dan hari jadi sebagai daerah otonom yang ke-28. Ini menjadi momentum sukacita bagi warga Kota Kupang, sekaligus menjadi kesempatan untuk merefleksikan perjalanan Kota Kupang ke depan.

Bakal calon walikota Kupang periode 2024 – 2029 dari Partai Gerindra, Isidorus Lilijawa, S.Fil, MM mempunyai pandangan tersendiri tentang HUT Kota Kupang ini. Menurut Isidorus, HUT sebagai perputaran waktu bisa dimaknai dalam 2 aspek waktu yakni waktu khronos dan waktu khairos. Dari sisi waktu khronos, perjalanan Kota Kupang sudah cukup jauh yakni menjadi daerah otonom di tahun ke-28 dalam usia ulang tahun ke-138. “Ini memberikan gambaran bahwa Kota Kupang sudah berjalan panjang. Tentu sudah banyak aspek yang dibangun. Sudah ada juga sekian banyak perubahan dalam waktu yang terus bergerak. Semakin panjang usia ini mestinya juga berkontribusi terhadap semakin berkualitasnya pelayanan terhadap warga kota.”

Sementara itu, dari sisi waktu khairos, sekretaris DPC Partai Gerindra Kota Kupang ini menilai, peringatan HUT Kota Kupang mesti menjadi momentum untuk berbenah. “Kehadiran aparatur pemerintah di Kota Kupang mesti berdaya khairos (berdaya menyelamatkan) bagi rakyat Kota Kupang. Kehadiran para wakil rakyat di parlemen mesti juga melahirkan hal-hal yang berdaya guna untuk rakyat. Semakin usia kota ini bertambah, seharusnya semakin baik tata kelola pemerintahan kota; kian maju perkembangan kota ini dan semakin sejahtera warga kotanya.”

Secara spesifik, politisi muda Partai Gerindra ini menyoroti 2 aspek yang harus dibenahi lebih baik lagi, yakni soal tata ruang dan sampah. Menurutnya, dalam hal tata ruang, penegakan peraturan daerah terkait tata ruang belum dijalankan sebagaimana mestinya. “Lihat saja di kota ini orang bisa suka-suka berjualan di trotoar, di badan jalan dan di ruang milik jalan. Kita punya pasar ikan yang namanya Felaleo, tetapi orang bisa jual ikan di mana saja. Orang bisa jual daging babi di mana saja. Padahal setiap ruang ada fungsinya. Tidak bisa suka-suka saja. Belum lagi kalau kita bicara tentang ruang-ruang hijau yang diokupasi warga. Seolah-olah kota ini tidak bertuan. Padahal ada pemerintah. Ada regulasi. Ada penegak regulasi. Jika ini dijalankan secara tertib dan disiplin, pasti tata ruang kita itu tertib.”

Terkait masalah sampah, mantan anggota DPRD Kota Kupang 2009 – 2014 ini menilai urusan sampah masih menjadi problem klasik di Kota Kupang. “Manajemen sampah di Kota Kupang belum tertata secara baik. Ini menjadi persoalan klasik dari waktu ke waktu. Pada tahun 2023, wilayah yang tidak terlayani pengelolaan persampahan sebesar 26,75 persen. Pemerintah memang sudah menyiapkan TPS kontainer besi (mobile), TPS permanen (cor semen) maupun TPS 3R. Namun, sampah masih berserakan di mana-mana. Ini tanda bahwa kesadaran masyarakat soal sampah belum pulih dan tentunya pemerintah belum menemukan cara terbaik dan pola jitu membereskan sampah di kota ini.”

Bakal calon walikota Kupang yang juga pegiat literasi ini berharap Pemerintah Kota Kupang semakin fokus membereskan persoalan-persoalan tata ruang dan sampah. “Kota Kupang ini barometer NTT. ibukota Provinsi NTT. Pintu gerbang udara, darat dan laut. Kalau tata kota kita amburadul, jika sampahn tidak terurus maka orang bisa membayangkan wajah pemerintah dan legislatifnya seperti apa. Semoga terus dibenahi agar Kota Kupang menjadi kota yang maju, berkembang dan modern in fact, bukan sebatas wacana.”