5 Januari Pemprov.NTT Naikkan Tarif PPN 12%

NTT, TopNewsNTT.Com||Pemerintah Provinsi  Nusa Tenggara Timur telah menaikkan Tarif PPN sebesar 12% mulai 5 Januari 2024. Hal ini dijelaskan Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah Provinsi NTT (Plt.) Dominikus Payong dalam  jumpa pers bersama awak media (Selasaz 10/12) di kantor gubernur NTT.

Hal ini diputuskan dalam Bakohumas yang telah digelar oleh Biro Apim Setda NTT bersama seluruh ASN dan yang membahas perubahan tarif PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor BBNKB serta rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Acara ini berlangsung di Kantor Gubernur NTT pada Selasa 10 Desember 2024 dengan mengusung tema “Perubahan Tarif dan Pemberlakuan Opsen PKB, BBNKB, serta Kenaikan PPN”.

Hadir sebagai narasumber, Plt. Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi NTT, Dominikus Payong, bersama perwakilan dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kupang, Jupiter. Acara ini turut didampingi oleh perwakilan Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Pemprov NTT, Selfi Nange dan Aven Reme.

Domi Dore: Penyesuaian PPN untuk Keseimbangan Ekonomi, Bukan Beban Baru

Pemerintah Indonesia terus mengedepankan kebijakan ekonomi yang berkeadilan, termasuk dalam penyesuaian tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang akan berlaku pada tahun 2025. Domi Dore, Plt. Kepala Badan Pendapatan dan Aset Daerah, menegaskan bahwa perubahan tarif PPN yang akan naik menjadi 12% bukanlah kebijakan yang memberatkan masyarakat, terutama mereka yang berada di golongan menengah ke bawah.

Domi Dore menjelaskan bahwa penyesuaian tarif PPN ini sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 dan merupakan bagian dari rencana fiskal nasional yang telah direncanakan sejak 2021. Tarif PPN saat ini telah disesuaikan dari 10% menjadi 11% pada tahun 2022, dan akan mencapai 12% pada 2025.

Menurut Domi, tujuan dari penyesuaian ini adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi yang lebih baik dan mendukung pembangunan negara, bukan untuk membebani masyarakat.

Salah satu hal yang ditekankan oleh Domi Dore adalah bahwa kebijakan ini tidak akan mempengaruhi barang dan jasa yang dianggap esensial bagi masyarakat. Kebutuhan pokok seperti beras, jagung, telur, daging, serta jasa pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan keuangan akan tetap bebas dari PPN.

“Pemerintah akan tetap menjaga agar barang-barang yang merupakan kebutuhan sehari-hari tidak dikenakan pajak, agar tidak memberatkan masyarakat,” ungkap Domi.

Domi Dore juga menambahkan bahwa pemerintah memahami pentingnya melindungi daya beli masyarakat menengah ke bawah. Dengan penyesuaian tarif PPN yang disertai dengan pembebasan beberapa barang dan jasa dari pajak, diharapkan kebijakan ini tidak akan menambah beban masyarakat. Bahkan, ada kemungkinan bahwa lebih banyak barang atau jasa akan dibebaskan dari PPN di masa depan.

Domi menyatakan bahwa meskipun tarif PPN akan naik pada tahun 2025, kebijakan ini dirancang untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Penerimaan negara yang lebih stabil akan memungkinkan pemerintah untuk meningkatkan berbagai program pembangunan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat luas. Selain itu, peningkatan tarif PPN ini juga akan memberikan peluang untuk memperkuat sektor UMKM dan mendukung investasi yang dapat meningkatkan lapangan kerja.

Penyesuaian tarif PPN menjadi 12% pada 2025 adalah langkah yang dilakukan pemerintah untuk menjaga keseimbangan ekonomi negara, tanpa memberatkan masyarakat. Dengan tetap membebaskan kebutuhan pokok dan jasa esensial dari PPN, kebijakan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi yang inklusif dan berkeadilan bagi semua lapisan masyarakat.

Sementara itu, Jupiter Heidelberg Siburian, Penyuluh Pajak di KPP Pratama Kupang menambahkan, meskipun tarif PPN mengalami kenaikan, terdapat barang dan jasa tertentu yang tetap dibebaskan dari pengenaan PPN, termasuk:

1. Barang kebutuhan pokok seperti beras, daging, dan telur.

2. Jasa pendidikan, kesehatan, keagamaan, dan keuangan.

3. Barang hasil alam yang belum diolah.

Keberlanjutan Penyesuaian Tarif
Menurut Jupiter, pemerintah terus melakukan penyesuaian agar kenaikan tarif PPN tidak memberatkan masyarakat atau mengganggu kegiatan usaha. “Harapannya ke depan, mungkin akan ada tambahan barang dan jasa yang dibebaskan dari PPN. Namun, aturan pelaksanaannya masih menunggu kebijakan lebih lanjut,” ujarnya.

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah masih meninjau implementasi aturan ini, termasuk kemungkinan mengajukan revisi atau tambahan kebijakan kepada DPR. Saat ini, penerapan tarif yang ada mengikuti regulasi yang sudah disahkan.

“Dengan demikian, penyesuaian tarif PPN ini diharapkan tidak hanya meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga menjaga stabilitas ekonomi masyarakat melalui kebijakan pembebasan PPN pada barang dan jasa tertentu,” tutup Jupiter.

Pemerintah dan masyarakat diharapkan dapat terus bekerja sama dalam memahami dan mengadaptasi kebijakan ini demi mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.|| jbr