dr.Messe Ataupah : “Dari Peta Penyebaran DBD di NTT periode 1-28/01 : NTT belum KLB DBD”

Birokrasi Kesehatan Regional

NTT, Top News NTT|| “DBD adalah penyakit infeksi berbasis lingkungan akibat gigitan nyamuk aedes aegipthy, yang siklus peningkatan kasusnya biasanya terjadi di akhir tahun pada bulan Oktober-Desember dan puncaknya adalah pada awal tahun pada  Januari – Maret, yang merupakan siklus tahunan yang berkaitan dengan musim hujan.” Jelas kadis Kesehatan Provinsi NTT dr.Messe Ataupah pada Sabtu, 30/01 lewat telepon seluler.

Waspada DBD

Dari peta sebaran dan kasus kematian akibat DBD di NTT tahun 2021 periode 1-28 Januari 2021, dr.Messe memastikan NTT belum masuk kriteria provinsi KLB DBD.

Karena hanya di tiga wilayah dengan kasus DBD disertai kematian yaitu Kota Kupang 77 pasien positif dan 1 meninggal, Flores Timur 1 pasien positif dan 1 meninggal dan Ngada 15 pasien positif dan 1 meninggal.

Dan 14 wilayah lainnya dengan kasus DBD tanpa kematian yaitu dari terbanyak jumlah pasien yaitu Manggarai Timur (47), Sabu Raijua (29), Sikka (16), Manggarai (13), Sumba Barat (8), Ende (7), Belu (6), Manggarai Barat (5), TTU (4), Sumba Tengah (2), Sumba Barat Daya (1), TTS (1),  Malaka (1), Nagakeo (1) dan dan Rote Ndao (1).

Sedang 4 kabupaten lainnya masih bersih dari pasien positif DBD adalah Kabupaten Kupang, Alor, Lembata dan Sumba Timur.

Berikut total pasien, sembuh, masih dirawat dan meninggal di NTT : Kota Kupang dari 77 kasus, 72 sembuh,  5 dirawat, 1 meninggal.

8 Wilayah yang seluruh pasien DBDnya sembuh adalah TTS 1, TTU 6 kasus, Belu 4 kasus, Ende 7 kasus, Nagakeo 1 kasus, Manggarai Barat 5 kasus, SBD 1 kasus dan Sumba Tengah 2 kasus.

7 Wilayah yang masih terdapat pasien dirawat adalah Kota Kupang 77 kasus 72 sembuh dan 5 masih dirawat, Sikka 16 kasus 12 sembuh 4 dirawat, Ngada 15 kasus 14 sembuh dan 1 dirawat,  Manggarai 13 kasus 12 sembuh dan 1 dirawat, Manggarai Timur 47 kasus 40 sembuh dan 7 dirawat, Sumba Barat 9 kasus 8 sembuh dan 1 dirawat dan Sabu Raijua 29 kasus 22 sembuh dan 7 dirawat.

Total kasus, sembuh, dirawat dan meninggal di NTT periode 1-28/01 adalah sebanyak kasus : 236 orang, sembuh : 208, dirawat : 26 dan meninggal : 3.

Pada 2019 ada 16 kabupaten kota di NTT yang sudah masuk dalam kriteria KLB, namun  tidak dinyatakan sebagai wilayah KLB DBD oleh pemerintah daerah setempat.

Namun hanya  ada 4 wilayah yang masuk dalam KLB DBD di 2019  yaitu Kota Kupang, Manggarai Barat, Sumba Timur dan Sumba Barat.

Pada tahun 2020 ada 3 kabupaten menyatakan KLB DBD  yaitu Alor, Lembata dan Sikka dan 10 wilayah yang masuk kriteria KLB DBD namun tidak dinyatakan KLB DBD oleh pemerintah setempat.

Wilayah yang ditetapkan KLB DBD adalah dengan SK Bupati atau Walikota, sedangkan wilayah dengan kriteria KLB DBD adalah berdasarkan Permenkes No : 1501/2020  namun pemerintah setempat tidak menetapkan sebagai KLB DBD.

Tahun 2020 jumlah kasus pada Januari adalah 923, Januari 2021 jumlah kasus DBD adalah 236 atau cenderung menurun 26,6% jika dibandingkan dengan 2020 pada  Periode yang sama.

Tingkat kematian pada periode Januari 2021 belum dapat digolongkan KLB DBD jika memakai  kriteria KLB jika dibandingkan dengan periode yang sama di Januari 2020.

Wilayah dengan angka kesakitan DBD<49/100.000 penduduk 13 Kabupaten kota di NTT yaitu kota Kupang, Belu, TTU, Malaka, Alor, Flotim, Lembata, Ende,  Sikka, Ngada, Manggarai Barat, Sumba Barat Daya dan Sabu Raijua. Kabupaten dengan Angka Kesakitan DBD>49/100.000 penduduk 9 Kabupaten yaitu kabupten Kupang, TTS, Nagakeo, Manggarai, Manggarai Timur, Sumba Timur, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Rote Ndao.

Kabupaten dengan CFR>1% di 12 kabupaten yaitu TTS, Malaka, Alor, Sikka, Ngada, Nagakeo, Manggarai Barat, Sumba Timur, Sumba Barat Daya, Sumba Tengah dan Sabu Raijua.

Kabupaten dengan CFR<1% di 10 kabupaten kota yaitu  Kota Kupang, Kabupaten Kupang, TTU, Belu, Flotim, Lembata, Ende, Manggarai, Manggarai Timur dan Rote Ndao.

Ketidak keberhasilan Pemberantasan DBD di NTT diakui diuangkapkan dr.Messe Ataupah  adalah karena kurangnya Pergerakan Masyarakat (promotif), sistem pengamatan dan pengendalian vektor serta tata laksana kasus belum efektif dan efisien.

“Secara Promotif adalah akibat pemberdayaan masyarakat yang kurang yang mengakibatkan minimnya pengetahuan, kepedulian, perilaku dan  peran serta yang menyebabkan lingkungan tidak sehat dan akses ke Faskes terlambat. Pengendalian vektor tidak berhasil maka harus dilakukan survelanse vektor angka bebas jentik, conteiner indeks, House Index dan satu rumah satu Jumantik. Tingkatkan sosialisasi 3M Plus , Rekayasa Lingkungan  Sehat,  Fogging, Abatesasi dan insektisida. Secara kuratif,  tatalaksana kasus di Fayankes kurang optimal karena SOP kurang, Lab kurang, logistik kurang dan rujukan terlambat yang menyebabkan wilayah dengan kondisi ini masuk  KLB DBD.” Jelasnya.

Upaya Dinkes provinsi NTT, jelas dr.Messe,  “Untuk pencegahan dan pengendalian DBD di NTT tahun 2021 antara lain lewat Surat Kadis Kes.prov.NTT tentang respon tingkat kematian karena DBD ke Dinas Kesehatan Kabupaten Kota tanggal 12 Januari 2021,

Ke Dinkes Kota Kupang terhadap kematian akibat DBD di Kota Kupang tgl 18 Januari 2021, kadis kesehatan provinsi memerintahkan lintas program di Dinkes Prov.NTT untuk lakukan upaya-upaya pencegahan DBD sesuai peran masing-masing, dan lakukan koordinasi dengan kabupaten kota terkait pelaksanaan  pencegahan dan pengendalian serta upaya-upaya yang harus dilaksanakan melalui media seluler.”

“Program Jumat Kunjungan Warga yang wajib dilakukan oleh seluruh ASN lingkup Dinas Kesshatan Provinsi NTT dengan membagikan abate serta memberikan edukasi kepada 5-10 rumah di lingkungan tempat tinggal masing-masing ASN dan menempelkan stiker-stiker.berisi pesan-pesan dan informasi singkat terkait pencegahan DBD. Tujuan kegiatan tersebut adalah untuk memberikan edukasi bagi tetangga dan warga sekitar tentang DBD.” Ulasnya.

Stiker informasi waspada DBD yang harus ditempelkan oleh ASN dalam Program Jumat Kunjungan Warga Dinkes Prov.NTT

“Demi menyukseskan program Jumat Kunjungan Warga Dinkes Prov.NTT menyiapan 240 galon abate, 44 stik RDT (Rapidtes Diagnostik Test) yang telah didistribusikan, 7 mesin fogging yang sudah didistribusikan kepada wilayah yang tidak memiliki mesin fogging yaitu ke Belu, Ende, Sikka, Manggarai, Manggarai Timur dan SBD.” Ujarnya.

Dinkes Prov.NTT juga melakukan pertemuan Aksi Kolaborasi Lintas Sektor dalam menghadapi potensi KLB DBD dengan harapan adanya intervensi dari lintas sektor untuk pengendalian dan pencegahan DBD terutama pemberdayaan masyarakat dan pengendalian sarang nyamuk.
“Untuk menyukseskan program pencegahan, pengendalian dan penanganan DBD di NTT, maka Dinkes prov.NTT menyiapkan 91 galon Abate, 100 dos RDT DBF, 440 liter malathion dan 5 unit mesin fogging bagi 5 kabupaten yang belum memiliki mesin fogging yaitu Belu, Ende, Sikka, Manggarai, Manggarai Timur dan SBD.” Jelas kadis yang juga seorang dokter ini. || juli br