Bahas Pemajuan Budaya Di Kota Kupang, Ini Saran Sinun Petrus Manuk dan Piter Kembo

Figur Seni Budaya Warta Kota

KUPANG, TOPNewsNTT||Dua sosok beda profesi tapi sama-sama konsern di bidang budaya, yakni Bapak Sinun Petrus Manuk (Pensiunan ASN mantan Kadis Kebudayaan dan Kadis PMD Provinsi NTT dan pemerhati budaya) serta Piter Kembo Pelaku Budaya (Budayawan) Kota Kupang dan pemimpin teater Plus Kupang berbicara soal bagaimana  upaya yang harus dilakukan pemerintah dan stakeholder untuk pemajuan dan pelestarian budaya di Kota Kupang.

Keduanya sama memberikan saran yang positif dan pendapat betapa pentingnya kebudayaan bagi keberlangsungan kehidupan suatu bangsa, dampak dan korelasi kebudayaan terhadap dunia pendidikan dalam skala luas dan pendidikan karakter dalam skala khusus bagi anak didik agar walau mengikuti perkembangan jaman tapi tidak hilang jati diri sebagai Bangsa Indonesia, sebagai anak NTT yang kaya akan budaya.

Sinun Petrus Manuk, pensiunan ASN dan mantan birokrasi yang pernah menjabat beberapa jabatan esalon 2 bahkan menjabat Penjabat Bupati Lembata, kepala Dinas Kebudayaan dan Kepala Dinas PMD Provinsi NTT melihat bahwa secara luas pemerintah disemua jenjang wilayah belum punya keberpihakan kepada urusan pemajuan kebudayaan,

“Itu fakta. Terbukti dari alokasi program dan anggaran yang sangat sedikit. Coba  saja cek dari kontribusinya anggaran 20% APBD 1 dan 2 untuk urusan pendidikan dan kebudayaan, berapa persen untuk pemajuan kebudayaan. Sangat kecil. Makanya secara nasional kita berharap presiden yang akan datang, urusan kebudayaan jangan menjadi urusan Dirjen tapi menjadi urusan Menteri. Harus ada Kementerian Kebudayaan sehingga menjadi otoritas sendiri. Kalau selama ini urusan kebudayaan hanya menjadi Dirjen Kebudayaan tapi kedepan harus menjadi bagian dari Kementerian Kembudayaan. Sebenarnya, di Provinsi NTT sudah mulai di akhir jabatan Gubernur Frans Lebu Raya yang punya kebijkan memisahkan antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, tapi sayangnya Dinas Kebudayaan hanya punya dua kepala dinas di NTT. Kadis Pertama Mikhael Fernandez dan saya yang kedua. Pada saat saya sudah berjuang keras untuk tetap menjadi satu Dinas, tapi karena kebijakan timnya Gubernur VBL dan JNS akhirnya memisahkan  dan Kebudayaan hanya menjadi salah satu Bidang di Dinas P & K.” Cetusnya.

Saya merasakan benar, jika sebagai kepala dinas, kalau punya dinas sendiri, punya DPA sendiri, punya otoritas sendiri, itu beda dengan saat urusan kebudayaan hanya menjadi salah satu bagian dari dinas yaitu Bidang. Sehingga otoritasnya menjadi rendah dalam urusan pemajuan kebudayaan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten kota.

“Sebenarnya dulu pada saat saya di Dinas Kebudayaan itu, sudah menemukan arah dan desainnya. Tapi kita masih percaya kepada regulasi pemda yang kemudian menggabungkan kembali. Itu sebenarnya pekerjaan besar soal kebijakan pemerintah. Dan saya selaku orang yang pernah mengelola kebudayaan di tingkat provinsi, dan dalam berbagai komunikasi dan aktibitas dengan oenag di Jakarta dengan Dirjen Hilman Fariz, saya selalu menanyakan kapan ada kebijakan kita punya Kementerian Kebudayaan sendiri, kemudian di level pemerintahan Provinsi dan Kabupaten Kota ada Dinas Kebudayaan sendiri? Kita lihat ke tahun 2017 dan 2018 kita punya Dinas Kebudayaan sendiri dan saya kepala Dinas Kebudayaan.” Ungkap Piter Manuk.

Menurutnya, kebudayaan dan pendidikan saling menunjang karena, kebudayaan adalah Induk Semangnya  pendidikan. ‘Tapi faktanya, mengapa Induk Semangnya merana daripada pendidikan luar biasa dengan dukungan dananya yang begitu besar? Dari 20% anggaran APBD untuk bidang pendidikannya mestinya lebih besar lagi alokasikan ke urusan kebudayaan. Urusan kebudyaan melahirkan pendidikan tapi mengapa ia dianak tirikan?” Sentilnya tajam.

Urusan kebudayaan adalah soal pelestarian dan pewarisan. Pelestarian kepada anak-anak ini. Kita sebagai oramgtua, sebagai sumber didik, sebagai pemerintah bertanggungjawab terhadap pewarisan nilai-nilai luhur atau pelestarian kebudayaan.

“Jika sekolah dikelola oleh urusan pendidikan, kebudayaan diurus sendiri, maka ada dua hal pewarisan dan pelestarian kebudayaan kepada generasi muda, kepada anak didik dari jenjang TK hingga PT. Sejak lahir semua manusia berurusan dengan budaya. Sebelum ada pendidikan formal, budaya sudah lahir bersamaan dengan kelahiran manusai dibumi dan memberi didikan secara informal dari dalam keluarga dan lingkungan hidup pertamanya.” Cetusnya.

“Sejak hamil diritualkan pada bulan keberapa, saat lahir diberi nama dengan tata cara adat budaya, gunting rambut dll hingga semua jenjang peristiwa penting dalam hidup seseorang selalu berhubungam dengan budaya. Dan disuku tertentu masih sangat kentat dilakukan. Itu punya nilai pendidikan.” Tambahnya.

Wujud pemajuan dan pelestarian budyaa, misalnya tenun ikat, jika dijadikan mata pelajaran, maka takkan hilang budaya yang memiliki dampak domino ini. “Saya pernah idekan agar ada sekolah khusus tenun dan penyelenggaraan festival tenun. Jika tidak diwariskan maka akan hilang 10 atau 20 tahun mendatang. Faktanya saat ini penenun adalah orangtua. Orang muda lebih suka main gadget. Lewat pewarisan keterampilan menenun dan peletarian budaya menenun ada fungsi sandang, sosial dan budaya dan  ekonomi.” Jelasnya.

Cara lain pemajuan dan pelestarian budaya tetap hidup ditengah masyarakat, dengan menghidupkan komunitas dan sanggar budaya dari setiap suku dan etnis yang berdiam di Kota Kupang. “Mengapa perlu? Karena mereka berpihak pada urusan adat, mereka ada di masyarakat dan mungkin sebagian terdata di Taman Budaya. Ketika saya di Dinas PMD di desa-desa, ternyata pemdes dapat menggunakan dana desa untuk pemajuan kebudayaan dibolehkan secara regulasi. Nah di Kota Kupang mungkin di setiap kelurahan dapat menggunakan dana kelurahan atau mengalokasikan dana khusus untuk kegiatan festival dan event-event budaya untuk pemajuan dan pelestarian budaya. Di Kota Kupang,  urusan pemajuan kebudayaan harus dilihat secara dinamik lagi mulai dari tingkat pemerintahan paling kecil yakni kelurahan. Penyelenggaraan pentas dan panggung budaya, menghidupkan berbagai tatanan budaya di Kota Kupang adalah sebuah keharusan.” Sarannya.

Kedua ia juga menyarankan perawatan dan pelestarian terhadap obyek-obyek wisata fisik di dalam Kota Kupang harus ditingkatkan. Misalnya situs wisata rohani seperti gereja paling tua GMIT Kota Kupang, sudah menjadi urusan negara. Sebenarnya gereja Katedral juga adalah aset obyek wisata rohani yang harus dipertahankan.

“Kan di Kota Kupang ada tuh objek wiisata fisik seperti Cagar-cagar budaya peninggalan Kolonial Belanda dan Jepang berupa Meriam, Makan, Benteng harus dipugar, dirawat dan dijadikan pusat objek wisata bersejarah yang bisa jadi objek belajar bagi anak didik di semua tingkatan dan wisatawan.” Sebutnya

Ia menyarankan agar pemkot kembali menata dan mereklamasi sebuah Objek wisata yang akan menjadi ciri khas Kota Kupang,  yakni “Kota Lama/Kota Tua” yang berada di Depan Kantor Bupati Kupang di kelurahan Fontein, “Kota Tua itu dipugar lagi, dipertahankan, dirawat atau direnovasi kembali agar ia menjadi sebuah objek wisata baru yakni situs kota Tua karena sudah ada  okupasi disana. Memang butuh anggaran besar tapi bisa mulai direncanakan. Karena dari situlah cikal bakal sejarah Kota Kupang dimulai, disana menjadi pusat Pemerintahan kota Kupang, pusat perdagangan dan pendidikan. Wilayahnya dimulai dari gereja Katedral, sampai ke wilayah terminal kampung solor, depan kantor bupati dan belakang BRI dan itu harus jadi perhatian pemerintah pusat dan kota Kupang.” Ungkapnya bersemangat.

Ia juga menyebut situs makan cicit Hamengkubowono di wilayah depan Benteng atau antara Benteng dan Pelni berupa makan dalam gua yang sudah terkubur dalam tanah tapi diberi tembok semen sebagai penanda.

“Ada cerita sejarahnya itu bahwa dulu cicit Sultan Hamengkubuwono dibuang ke Kupang dan menikah dengan cicit  Raja Bisilisin dan turunan dari lapis ke 23 masih hidup di Jalan Pemuda Kuanino. Saya tahu silsilahnya. Saya juga terkoneksi dengan Gusti kanjeng Ratu Mangkubumi dari Sultan Hamengkubowono ke 10 untuk urusan tanah di depan Benteng itu dan sudah dibeli oleh seoeang keturunan Cina.” Cetusnya.

Urusan pemajuan dan pewarisan budaya bisa dilakukan juga anak-anak dibawa berkunjung ke UPTD museum NTT dimana ada ruang pamer utama yang memamerkan 1000 benda koleksi, “Tapi digudang museum masih ada sekitar 7000 benda koleksi dimana akan jadi sumber cerita yang bisa diwariskan kepada anak cucu, generasi penerus bangsa dan masyarakat yang mengisahkan sejarah hidup manusia dari masa ke masa bahkan dari jaman batu sampai sekarang. Di Museum NTT sudah ada Pusat Informasi Geologi (PIG) ada koleksi dari Replika Rangka Gajah Flores (EGodon) sedangkan aslinya ada di Museum Geologi Bandung. Ada replika Manusia Terpendek Liang Bua 107 Centi (Aslinya di Pusat Arkelogi di Pasar Minggu Jakarta. Dan itu akan jadi sumber cerita bagi masyarakar NTT bagi anak cucu kita.” Saran Piter Manuk.

“Kota Kupang ini sangat kaya dengan aspek budaya hanya harus digali, diangkat dan dirawat sehingga semua orang tahu lewat festival. Di kota Kupang kan ada suku asli Helong dan suku Timor yang punya budaya yang luar biasa dengan berbagai ritual. Saya sarankan agar dibentuk Dewan Kebudayaan untuk memberikan sumbangsih pemikiran demi pemajuan dan pelestarian budaya. Dewan Kebudayaan juga penting, tidak hanya dewan pendidikan. Harus dimulai dari Kota Kupang dengan pembentukan Dewan Kebudayaan. Agar saat pemerintah sibuk dengan implementasi program dan anggaran, untuk kebudayaan, ada sebuah dewan diluar pemerintah tapi difasilitasi pemerintah untuk memberikan masukan kepada pemerintah dengan lakukan kajian terkait langkah-langkah pemajuan dan pelestrian budaya di Kota Kupang.” Saran Piter Manuk lagi.

Sementara itu Budayawan Piter Kembo memberikan saran pembentukan komunitas budaya di Kota Kupang yang memberikan didikan nilai budaya sehingga etika dan budaya masyarakat tetap terjaga di Kota yang sudah makin modern ini.

Selama ini terjadi mundurnya etika budaya makin menurun karena perkembangan jaman dari informasi internet yang vulgar dan tidak cocok dengan budaya NTT. Karena pemerintah perlu mwmberikan sebuab mata pelajaran lokal tentang budaya NTT agar sejak dini generasi penerus bisa tahu persis bagaimana melestarikan nilai-nilai yang diwariskan leluhur yang dipercaya dapat memperbaiki hidup di masa depan.

Piter berpendapat budaya dapat mendongkrak semua aspek kehidupan termasuk pendidikan, karena pendidikan tanpa budaya pincang, karena budaya punya peran penting dalam menopang seseorang menjadi lebih berkualitas, berbudaya dan beretika. Budaya harus digalakkan untuk mendongkrak kulaitas  pendidikan.

Budaya, berdampingan dengan pendidikan bisa menjadi standar ukuran dan filter untuk menyaring budaya luar lewat internet yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa berdasarkan Pancasila dan dapat merusak nilai-nilai baik dalam diri generasi penerus bangsa Indonesia.

Ada aneka budaya yang menunjang pendidikan seperti tuturan adat atau kata-kata  penuh etika dan rasa hormat menghormati, jika tidak dipraktekkan dalam kehidupan masyarakat dan dunia pendidikan maka lama-lama akan tergantikan dengan budaya luar yang berbanding terbalik dengan budaya kita.

Namun Piter setuju dengan anggaran yang tidak menunjang pemajuan dan pelestarian budaya, maka pemerintah harus menunjang dengan anggaran.

Ia juga menyarankan agar lebih digalakkan festival seni dan budaya dengan melibatkan semua unsur terutama pendidikan dan itu butuh anggaran. Selama ini masih kurang amggaran untuk pemajuan dan pelestarian budaya. Pemerintah harus bisa menyakinkan dewan seberapa pentingnya budaya menunjang pendidikan.

ia juga berharap ada dukungan anggaran pembinaan dari pemerintah bagi komunitas seni harus ditingkatkan dan semua komunitas diberi kesempatan secara adil untuk mendapatkan anggaran itu. Karena komunitas seni selama ini sudah sangat menunjang sektor pariwisata dan pendidikan. Selain itu ruang untuk mengeksplor tentang seni dan budaya harus diberikan oleh pemerinta seluasluasnya lewat pentas dan festival seni budaya.  Agar 10 unsur pemajuan kebudayaan di Kota Kupang bisa dicapai.|| jbr