Resmikan Rumah Belajar Ume Halan Di Bonen-Oeltua, YUHB Fokus Ke Perempuan dan Anak NTT

PERESMIAN RUMAH BELAJAR UME HALAN
Dunia sedang berubah sangat cepat. Revolusi industri 4.0 menghadirkan kemajuan kesejahteraan hidup sekaligus tantangan bagi pola relasi antar manusia, juga bagi masyarakat di Timor Barat, Indonesia. Teknologi komunikasi dapat menyediakan banyak sekali informasi, sekaligus menciptakan banyak tantangan, termasuk menghasilkan generasi yang semakin individualis. Kebiasaan anak-anak bermain bersama di lapangan, misalnya, kini banyak diganti dengan kesibukan di depan gadget masing-masing. Komunitas masyarakat adat, seperti di Pulau Timor, membutuhkan kesadaran dan ketrampilan untuk menyikapi perkembangan dunia seperti ini agar bisa menjaga soliditas sosial, merawat identitas sosial budaya mereka, menggunakan teknologi secara konstruktif untuk kemajuan hidup, sekaligus percaya diri bergaul dengan dunia luar dalam era globalisasi sekarang ini.
Para perempuan dalam masyarakat adat di Timor memiliki peran yang penting untuk memelihara identitas suku mereka sekaligus mendidik anak-anak mereka untuk bertumbuh dalam masyarakat yang sedang berubah sangat cepat. Meskipun demikian, hal itu tidak mudah. Ada tantangan serius bagi perempuan Timor untuk merawat identitas sekaligus terbuka membangun hal-hal baik dalam kemajuan teknologi karena kuatnya budaya patriarki yang meminggirkan perempuan dalam berbagai urusan kehidupan: sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Merawat identitas budaya perlu berjalan bersama dengan upaya transformasi meluncuti patriarki dan dampaknya.
Sejak 1 Desember 2023, Bapak Yustus Maro dan Mama Mery Kolimon serta anak-anak mulai tinggal di Bonen, Desa Oeltua, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, NTT, Indonesia. Sejak awal keluarga ini bercita-cita untuk membangun rumah belajar untuk mendukung pemberdayaan perempuan dan mengasuh nilai-nilai yang baik dalam masyarakat. Diharapkan ruang belajar itu dapat memberi kesempatan perempuan lintas generasi belajar bersama. Dalam kerja sama dengan Ibu Afke Middelkoop rumah ini mulai dirintis pembangunannya pada tahun 2024.
Rumah belajar ini dimaksudkan untuk menjadi ruang mengafirmasi kebaikan dalam budaya lokal dan budaya modern sekaligus space untuk mengembangkan pemikiran kritis terhadap aspekaspek yang meminggirkan perempuan, baik yang ada dalam budaya lokal maupun yang ada dalam modernitas. Di ruang belajar ini itu, para ibu dari generasi lebih tua dapat mewariskan pengetahuan dan ketrampilan budaya mereka, seperti ketrampilan menenun, bercerita, bermain drama, dan memainkan alat musik tradisional. Selain itu di ruangan ini, anak-anak bisa membaca, bermain, dan mengembangkan imajinasi mereka. Ruangan itu dapat menjadi tempat di mana ada proses belajar bersama bagi para perempuan muda yang mempersiapkan diri untuk menjadi bagian dari peradaban global sekaligus tetap berakar kuat dalam tradisi budaya mereka.
Dengan demikian ruang belajar ini akan menjadi tempat di mana anak-anak di kampung bisa belajar bahasa Inggris dan pengetahuan modern, sekaligus belajar budaya lokal mereka sendiri. Tempat belajar ini akan menjadi tempat bertemunya budaya lokal dan budaya global, juga tempat membangun relasi antargenerasi yang meneguhkan. Anak-anak dan perempuan dewasa membangun dan mengasuh bersama mental, spiritual, sikap, dan pengetahuan untuk tetap mencintai budaya lokal mereka sekaligus mampu bergaul lintas suku dan bangsa dengan percaya diri. Berbeda dengan pendidikan formal, ruang belajar ini akan lebih kreatif memadukan unsur sistem pendidikan budaya Timor/Meto people dan praksis community development secara kreatif dan fleksibel.
Diharapkan sebagian ruangan dari gedung ini juga akan menjadi kantor bagi Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT). Jaringan ini telah berdiri sejak 2009 dengan fokus pada penelitian dan publikasi terkait perempuan, agama, dan budaya. Sampai sekarang JPIT belum memiliki gedung sendiri dan selalu menyewa tempat kerja. Gedung yang akan dibangun diharapkan juga menjadi ruang bagi lingkaran belajar feminis yang lebih luas di Kupang dan sekitarnya.
Pemberian nama Yayasan Ume Halan Bonen (YUHB) berasal dari dua kata yaitu Ume yang artinya rumah dan Halan yang artinya damai. Jadi Ume Halan memiliki arti rumah damai. Hal ini juga sejalan dengan harapan bahwa Ume Halan dapat menjadi alat untuk menghadirkan damai sejahtera. Ume Halan (rumah damai), lahir dari harapan dan dibangun atas doa lintas benua dari keluarga Maro-Kolimon dan Ibu Afke Midellkoop di Belanda bagi pemberdayaan perempuan dan anak di tanah tanah Timor. Hal ini dimaksudkan untuk turut mengatasi kesenjangan pengetahuan serta keterampilan lokal dan global dan mempersiapkan perempuan-perempuan terampil dari tanah Timor yang berwawasan lokal dan global untuk tanah Timor yang lebih baik.
Pembangunan rumah belajar informal ini juga turut diinspirasikan dari hidup Oma Cornelia Middelkoop. Keluarga Middelkoop telah menjadi bagian yang penting bagi peradaban Kristiani di Pulau Timor. Bapak Peter Middelkoop bersama isterinya Ibu Jet Middelkoop melayani sebagai rasul orang Timor selama lebih dari 20 tahun di Timor di paruh pertama abad ke-20. Selanjutnya anak tunggal mereka, Herman Middelkoop dan isterinya Cornelia Middelkoop-Koning melayani juga di Timor sebagai dokter dan pekerja sosial. Rumah belajar ini didedikasikan untuk merayakan sejarah hidup dan pelayanan bersama antara keluarga Middelkoop dengan penduduk Tanah Timor serta mewariskan semangat Oma Cornelia untuk pemberdayaan perempuan dan anak di Timor. Dengan cara ini kiranya cinta kasih antara keluarga Middelkoop dan Tanah Timor bisa berkelanjutan di masa depan.
Ibu Afke Middelkoop, sebagai pendukung pembangunan Ume Halan berkata:
“Timor telah menjadi tempat yang penting bagi keluarga Middelkoop selama tiga generasi. Kakek Pieter dan nenek Jet, putra mereka dokter Herman dan istrinya ibu Cornelia, serta anak-anak yang lahir di Timor, sangat berhutang banyak kepada Timor. Sebagai seorang balita dari generasi ketiga Middelkoop, saya (Afke) belajar berjalan di tanah merah Timor dan Bahasa Indonesia (Melayu) adalah bahasa pertama dan satu-satunya yang saya gunakan saat itu. Kini, setelah saya dewasa dan melihat kembali kehidupan saya, saya merasa bersyukur bahwa tempat tidur saya berada di Timor dan ingin memberikan kontribusi untuk masa depan pulau ini. Dengan pembangunan Ume Halan (Rumah Damai), sebuah rumah telah diciptakan di mana perempuan dan anak-anak dapat menjadi lebih kuat melalui berbagai kegiatan. Dan para ibu dapat mentransfer nilai-nilai tradisional dan budaya kepada generasi berikutnya. Saya melihat bahwa Rumah Damai mengambil peran dalam melanjutkan tradisi orang tua dan kakek nenek saya, keluarga Middelkoop”.
Rumah belajar Ume Halan didesain oleh Fakultas Teknik Sipil Universitas Katolik Widya Mandira Kupang dengan memakai arsitektur vernacular; sederhana; memanfaatkan unsur-unsur kebudayaan masyarakat adat Timor. Desan gedung mencerminkan keterbukaan/inklusifitas, keriangan, persahabatan, kebijaksanaan perempuan, ramah dan menyatu dengan alam. Gedung ini juga bisa sesewaktu disewakan untuk mendapat biaya pemeliharaan gedung, maupun untuk menjadi shelter (rumah aman) korban kekerasan terhadap perempuan dan anak jika dibutuhkan.
Peresmian Ume Halan bukan hanya sekadar sebagai simbol administratif semata namun lebih daripada itu, peresmian ini mengisyaratkan usaha bagi pemberdayaan perempuan dan anak di kampung Bonen. Selain itu Ume Halan juga menghadirkan ruang aman bagi pengembangan potensi pelestarian kebudayaan di tanah Timor yang kaya dan upaya peningkatan kemampuan berjejaring di kancah internasional. Peresmian ini juga melibatkan pemerintah, gereja, lembaga pendidikan, tokoh masyarakat dan perempuan-perempuan penenun, serta pengurus yang menunjukan bahwa sinergisme multisektorial menjadi sangat penting untuk mewujudan harapan Ume Halan.
Bidang pelayanan Yayasan Ume Halan Bonen (YUHB) adalah bidang sosial, pendidikan non-formal, kemanusiaan, dan keagamaan. Sedangkan Visi dari YUHB adalah: Perempuan dan anak terlindungi, berdaya, cerdas, mandiri, dan kritis. Misinya adalah: (a) mengembangkan ruang belajar non-formal bagi perempuan dan anak perempuan agar menjadi mandiri, cerdas, dan kritis; (b) mengembangkan ketrampilan dan ekonomi perempuan, termasuk melalui tenunan; (c) memajukan kebudayaan tradisional dan modern; (d) mengembangkan kegiatan-kegiatan keagamaan dan lintas-agama.
Unsur-unsur YUHB adalah Pembina/Pendiri: Pdt. Mery Kolimon; Unsur Pengurus terdiri dari Ketua: Ir. Yustus Maro, Sekretaris: Meriana Nomlene, Bendahara: Susan Kolimon-Louk Fanggi. Unsur Pengawas terdiri dari Ketua: Pdt. Oriana Nenometa dan Sekretaris: Rulien Jeanet Bijeli Maro.
Tujuan dari peresmian rumah belajar Ume Halan adalah:
1. Menyukuri pekerjaan pembangunan Ume Halan selama 11 bulan yang telah selesai.
2. Menandai beroperasinya Rumah Belajar Ume Halan
3. Menandai beroperasinya kantor bersama JPIT dan Yay. Ume Halan
4. Memperkenalkan Yayasan Ume Halan dan JPIT kepada masyarakat sekitar.
5. Mandapatkan dukungan masyarakat, pemerintah, dan gereja bagi pelayanan JPIT dan Ume
Halan.
Yang hadir dalam peresmian rumah belajar ini sekitar 100 orang yang terdiri dari perwakilan keluarga Middelkoop, Majelis Jemaat Mizpa Bonen, Majelis Klasis Kupang Tengah, Majelis Sinode GMIT, Jaringan Perempuan Indonesia Timur, Rumah Harapan GMIT, anggota jemaat rayon 6 Mizpa Bonen, pemerintah dusun, kepala desa Baumata dan Oeltua, Camat Taebenu, tokoh masyarakat sekitar, Fakultas Teknik Sipil Unwira, para tukang yang membangun Ume Halan, dan mama-mana penenun Kampung Bonen. (**)
Pr.hms.y