Jaga Ternak Sapi NTT Bebas PMK, Ini Prosedur Tindakan Karantina Balai Karantina Hewan, Tumbuhan dan Ikan Kupang

KUPANG, TOPNewsNTT.Com|| drh.Ida Bagus Putu Raka Ariana Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Nusa Tenggara Timur kepada media menjelaskan prosedur dan regulasi yang dilakukan oleh Balai dalam memastikan sapi dan daging yang dikeluarkan dari NTT layak konsumsi, menjaga populasi plasmanukta sapi di NTT terjaga dan menjaga NTT bebas historis PMK dan LSD.
Hal ini dijelaskan Raka yang baru 4 bulan menjabat di NTT dengan buka-bukaan terkait tupoksi instansi vertical yang awalnya berada dibawah Kementerian Pertanian, dan saat ini sudah menjadi Kementerian Lembaga yang setingkat Menteri dan bertanggungjawab langsung kepada presiden, menjadi Badan Karantina Indonesia sesuai amanat UU No.21/2019 melaui Perpres no 45/2023 maka menjadi Badan Karantina Indonesia yang bertanggungjawab langsung kepada Presiden.
Kemudian di Badan Karantina Indonesia, untuk melaksanakan tugas di seluruh Indonesia, di setiap provinsi ada Unit Pelayanan Teknis (Upel). Dan di masing-masing provinsi inilah ada Balai Karantina Hewan, Tumbuhan dan Ikan. Jadi di masing-masing Provinsi ada 1 UPT atau Balai yang melaksanakan tugas.
Untuk di NTT Balai Karantina Hewan, Tumbuhan dan Ikan di tempat-tempat pemasukan dan pengeluaran hewan, ikan dan tumbuhan yang resmi yang dutetapkan pemerintah di seluruh NTT..
Sesuai dengan SK Kepala Badan no.2/2024, untuk Balai Karantina Hewan, Tumbuhan dan Ikan ada 16 Satuan Pelayanan. Satuan Pelayanan (Satpel) dan Pos Pelayanan (Pospel)
Balai Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan Nusa Tenggara Timur yakni :
1. Satpel Bandara Eltari
– Pospel Eltari
– Pospel Tenau
– Pospel Bolok
2. Satpel PLBN Motaain
3. Satpel PLBN Wini
4. Satpel PLBN Motamasin
5. Satpel Pelabuhan Rote
6. Satpel Pelabuhan Sabu
7. Satpel Pelabuhan Atapupu
8. Satpel Pelabuhan Waikelo
9. Satpel Pelabuhan Waingapu
10. Satpel Pelabuhan Alor
11. Satpel Pelabuhan Ende
– Pospel Ende
– Pospel Maropokot
– Pospel Aimere
12. Satpel Pelabuhan Maumere
– Pospel Maumere
– Pospel Larantuka
– Pospel Lembata
13. Satpel Pelabuhan Reo
14. Satpel Pelabuhan Labuan Bajo
“Karena tugas kita adalah mencegah hama penyakit hewan, ikan dan tumbuhan melalui media pembawa hama (hewan, ikan dan tumbuhan). Hewan, tumbuhan, ikan dan produk-produknya kita awasi karena NTT masih bebas penyakit PMK.” Jelas drh.Raka.
Khusus di pelabuhan Tenau, tambahnya, “Kebetulan kantor induknya ada di sini, dan lengkat dengan fasilitas untuk melaksanakan tindakan karantina atau kandang dan sudah pelabuhan Tenau sejak dulu adalah pelabuhan pengeluaran ternak yakni 9 Kandang dengan kapasitas daya tampung 1.500 ekor sapi potong.” Ungkap drh.Raka.
Didalam pelaksanaan tindakan karantina sesuai tupoksi Balai, lanjutnya, “yakni untuk mencegah penyebaran penyakit, dari keluar untuk pengeluarannya, ada masa karantina 14 hari khusus untuk hewan ternak besar atau sapi.” Jelasnya.
Untuk pengeluaran sapi khusus di moment Idul Adha tahun ini, ungkap Pria asal Bali ini, ada peningjatan, dan sesuai regulasiny ada beberapa instansi yang terlibat untuk memastikan hewan sehat yakni Balai Karantina, Dinas Peternakan dan Pertanian yang membidangi kesehatan hewan di Kabupaten Kota.
Pastikan Sapi layak konsumsi dan layak dilalulintaskan harus penuhi 4 syarat mengeluarkan sapi sesuai UU yaitu,
1. Sertifikat Kesehatan (setiap pengeluaran harus ada sertifikat kesehatan),
2. Melalui tempat pengeluaran dan pemasukan yang sudah ditetapkan.
“Jadi tidak sembarang orang mengeluarkan sapi tanpa pemeriksaan, tapi harus lewat pelabuhan-pelabuhan resmi misalnya di Kupang di Bolok dan Tenau.” Ujar drh.Raka menegaskan.
4. Melaporkan media pembawa penyakit yang dilalulintaskan ke Karantina untuk dilakukan karantina. Dan Karantina keluarkan sertifikat kesehatan setelah tindakan karantina yang menyatakan hewan sehat.
“Tapi prosedurnya cukup panjang juga, tidak serta merta kita mengeluarkan sertifikat itu. Itulah yang menjadi sebagai justofikssi bahwa ternak yang dikeluarkan adalah pertama sehat sesuai fungsi dari namanya (qarantine atau isolasi) untuk memastikan semua yang dikeluarkan sehat dengan pembuktian sertifikat sehat.” Tambah drh .Raka lagi
Sertifikat Karantina yang dikeluarkan melalui tindakan karantina seperti khusus sapi NTT sebagai daerah pengeluaran selalu hati-hati lewat tindakan karantina dengan sistem 8 P sesuai UU (Pemeriksaan, Pengamatan, Pengasingan, Perlakuan, Penahanan, Penolakan, Pemusnahan dan Pembebasan).
Prosedur tindakan karantina yakni pemakai jasa ajukan permohonan karantina terhadap sapi yang dia masukkan.
Terus terang saja untuk pengeluaran sapi ini, regulasinya cukup panjang, dan selama ini berkoordinasi dengan Dinas Peternakan, Dinas Pertanian dan selama ini sangat baik dengan tujuan menjaga NTT tetap bebas dari penyakit-penyakit menular khususnya Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan LSD dan ke babi ASF.
Penyakit PMK pada ternak sapi di NTT masih bebas hingga saat ini dan itulsh yang dijaga oleh pemerintah lewat Balai Karantina.
“Terkait bobot sapi sesuai Pergub perekor 275 kg, kesehatan dan administrasi kelayakan sapi untuk lolos dari karantina hingga dikirim keluar, diakui Raka adalah tupoksi Dinas Peternakan bahkan sampai pembagian quota alat transportasi lautnya yakni Tol Laut dan Cargo, semua hilirnya dari Dinas yang menentukan. Sementara Balai Karantina hanya melalukan tindakan karantina dengan prosedur pemeriksaan kesehatan hewan untuk diberikan sertifikat kesehatan hewan yang memungkinkan hewan ternak (sapi potong) bisa dilalulintaskan keluar NTT. Jadi dalam mata rantai ini ada Dinas Peternakan dan Pertanian sebagai hilirnya, dan muaranya ke Balai Karantina (pemeriksaan kesehatan) dan KSOP (Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan) untuk pengaturan alat lalulintasnya (alat angkut), juga melibatkan peternak dan asosiasi pedagang. Kita sudah bagi-bagi tugas.” Tegas Raka mengulang.
Ia juga memastikan tidak ada suap dan tindakan pungli di Karantina karena ada penetapan biaya karantina sesuai UU nomor 27/2024 tentang Jenis dan Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bersifat volatil dan kebutuhan mendesak yang berlaku pada Badan Karantina Indonesia.
“Khusus sapi, dikenai jasa pemeriksaan hewan sebesar 5 ribu rupiah per ekor, pengambilan sampel 5 ribu rupiah per ekor, jasa sewa kandang dan pengasingan 6 ratus rupiah per hari per ekor, dengan estimasi masa karantina selama 14 hari, total biaya PNBP yg dibayarkan ke negara tidak lebih dari 20 ribu rupiah per ekor.” Jelas Raka.
Ia juga menjelaskan selama 4 bulan terakhir sudah 6 trip dengan muatan sapi dengan berat 275 kg ke luar NTT seluruhnya melalui Tol Laut sebanyak 15 ribu lebih.
“Selama tahun 2024 pengeluaran sapi pelabuhan Bolok dan Tenau selama Januari sebanyak 1.645 ekor, Pebrusri 3.172 ekor, Maret 3.177 ekor, April 1,942 ekor, Mei lebih meningkat seminggu saja bisa ssmpai 3 ribu lebih totalnya nanti diakhir Mei 2024 baru dirilis.” Jelas Raka lagi.
Saat ini di NTT ada 6 Tol Laut (yang disubsidi pemerintah) yaitu CN 1 ke Jakarta, CN 2 ke Samarinda dan Banjarmasin.
Selama karantina belum ditemukan penyakit hewan yang ditemukan dan itulah yang jadi nilai tawar bagi NTT dan jelang Idul Adha sangat meningkat dan setiap tahun meningkat pengiriman sapi.
Di NTT Daerah asal sapi adalah daratan Timor, Sumba, Rote, Flores. Selain sapi potong, juga sapi bibit yang diminta ke luar NTT.
Diakhir wawancara Raka mengimbau :
“Kami berharap agar semua pihak dapat mengikuti regulasi yang ada seperti berat badan, kesehatan dan lainnya untuk dikeluarkan dari NTT, dalam menjaga plasmanukta kita. Karena sapi adalah yang mendukung ekonomi masyarakat peternak. Harus bebas dari PMK itulsh yang menjadi nilai jual tambah sapi kita. Untuk kesehatan dari Dinas dan kita juga sudah lakukan pengecekan dan pemeriksaan untuk menjamin sapi yang keluar sehat dan layak konsumsi.” Jelas Raka.||jbr