Alasan Hukum Adanya Warisan Piutang di BPR Christa Jaya Kepada Mariantje Manafe

0

KUPANG, TOPNewsNTT|| Polemik masalah warisan hutang almarhum debitur BPR Christa Jaya Perdana Welem Dethan kepada ahli waris sah isteri almarhum yaitu Mariantje Manafe sebesar Rp351.904.000, masih berlangsung dengan diajukannya gugatan banding oleh ahli waris dan juga kasasi yamg sementara berproses.

Walaupun pihak BPR CJP sudah mengantongi sejumlah hasil putusan pengadilan atas gugatan penggugat (ahli waris) yaitu putusan Majelis Hakim yang menolak tututan penggugat yakni penghapusan hutang debitur dan mengharuskan tergugat mengembalikan barang jaminan berupa 2 SHM an.Alhm.Debitur Welem Dethan dengan mengikuti aturan perjanjian kredit pada BPR CJP.

Ada beberapa Fakta hukum yang menempatkan BPR Christa Jaya Perdana sebagai lembaga keuangan non-bank  dalam posisi tidak bersalah secara hukum administrasi kredit terhadap ahli waris  (Mariantje Manafe) isteri Alhm.Debitur Wellem Dethan. Atau tindakan administrasi kredit yang terjadi antara debitur dan BPR CJP sudah memenuhi syarat legal di mata hukum, sehingga warisan hutang kepada Mariantje Manafe sah.

Antara lain sistem kredit longgar tarik yang diakui dan lazim dipergunakan dalam sebuah prosedur kredit antara lembaga keuangan dan debitur dan penolakan asuransi oleh debitur dan isteri yang menyebabkan warisan hutang jatuh ke ahli waris (Mariantje Manafe).

Dalam Jumpa Pers di BPR Christa Jaya, hadir Komisaris utama : Christofel Liyanto,
Direktur Utama : Wilson Liyanto, Direktur Kredit : Ricky Manafe, Kuasa Hukum : Samuel David Adoe dan  Bildad Thonak.

Chris Liyanto awali jumpa pers menjelaskan garis besar masalah kredit yang melibatkan pihak BPR CJP dengan ahli waris Marianrje Manafe.

“Masalah ini kita lihat sangat sederhana, tapi tidak mau diselesaikan secara baik malah kita yang digugat. Padahal kita sebagai BPR yang rugi, karena uang kita yang dipinjam.” Ujar Chris menegaskan.

Untuk meluruskan berita yang beredar luas  di beberapa media yang mengatakan bahwa BPR CJP membebankan hutang pada isteri alhm. debitur padahal  hutang  sudah dibayar, maka Chris menjelaskan,

“Kami ingin mengungkapkan fakta-fakta hukum yang  kami punya dalam pengikatan akad kredit, maupun hak dan kewajiban kami dan debitir serta ahli waris dalam berperkara yang sudah ada putusan pengadilan,  dasar hukum, terkait opini yang berkembang atau pendapat-pendapat yang berkembang, sehingga masyarakat tidak salah paham tapi ngerti apa yang terjadi dibalik masalah ini dan seperti apa posisi kami dan ahli waris dalam masalah ini.”

Garis besar kronologis kredit yang menimbulkan kasus hukum, dijelaskan Chris secara garis besar,

“Jadi telah terjadi perjanjian kredir antara BPR CJP dengan debitur Wellem Dethan awalnya dengan dana pinjaman sebanyak Rp450.000.000 pada Juli 2015, dan sudah dibayar lunas. Almarhum debitur sudah saya kenal lwbih dari 10 tahun sebelim saya punya bank, dan dia itu nasabah terbaik kami.” Tandas Chris.

Ia mengungkapkan bahwa setelah kredit Rp450 juta lunas, Debitur lakukan 2 kali  penarikan kredit longgar tarik sebesar Rp110.000.000 dengan dasar slip aksep Promis dan kwitansi pinjaman pada 8 April 2017 dan Rp200.000.000 pada 9 Juni 2017. Dan untuk dua kali kredit longgar tarik ini, jelas Chris, Debitur karena persetukuan isterinya (Mariantje Manafe) tandatangani sendiri, dan lakukan pengikatan krrdit dengan objek jaminan berupa dua persil SHM tanah dan SHM Tanah dan bangunan.

Jaminan pertama satu SHM dari sebidang tanah  dengan SHM 166 (luas 488m²) an Wellem Dethan dan satu SHM dari sebidang tanah beserta bangunannya dengan SHM no 48 (luas 334m²) an Wellem Dethan yang keduanya terletak di kelurahan Sikumana dengan ahli waris isteri sah debitur yakni Mariantje Manafe.

Penarikan dana kredit tambahan, jelas Chris, dilakukan  dengan sistem longgar tarik yaitu suatu sistem kemudahan pinjaman kredit yang disediakan bank untuk mempermudah prosedur kredit bagi debitur kepercayaan. Setelah realisasi dana Rp450 juta, debitur membayar lunas dan debitur menarik lagi dana sebesar Rp110 juta dan Rp200 juta, yang dengan persetujuan isterinya  mengijinkan penandatanganan slip-slip hanya oleh suaminya saja.

Dalam penarikan dua kali tersebut, mereka berdua juga menolak asuransi jiwa, sehingga secara otomatis hak waris hutang jatuh ke tangan ahli waris (Mariantje Manafe) jika debitur meninggal. Lalu dalam perjalanan kredit longgar tarik tersebut, Debitur meninggal pada Desember  2018.

Dan setelah itu Mariantje Manafe (isteri debitur)  menjadi ahli waris baik harta maupun hutang seperti tertuang dalam KUHPerdata pasal 833 ayat 1  dengan bukti administrasi kredit berupa slip-slip aksep dan kwitansi yang ditandatangani oleh debitur.

Namun, menurut Chris, Mariantje Manafe sebagai ahli waris menolak mengakui dan  membayar hutang terkahir sejumlah Rp310 juta beserta bunga dan denda karena ia beralasan transaksi tersebut tidak diketahui dan tidak ikut tanda tangan. Bahkan, ujar Chris, ahli waris malah menuduh adminsitrasi dari transaksi longgar tarik tersebut  palsu.

Ia menganggap hutangnya pada BPR CJP hanya Rp450 juta yang telah lunas, karena ia ikut tanda tangan slip dan kwitansi, sehingga selain menolak mengakui dan membayar sisa hutan Rp310 juta beserta denda dna bunga yang saat ini sudah mencapai 400an juta, ia juga meminta BPR CJP mengembalikan 2 SHM.

Lantara BPR CJP menahan barang jaminan dengan alasan hutang belum lunas, ahli waris  Mariantje Manafe mengajukan tuntutan terhadap  BPR CJP  ke PN Kupang.

Materi tuntutan adalah penghapusan hutang dan  pengembalian barang jaminan 2 SHM.

Namun dalam putusan MH atas gugatan 208, Majelis Hakim menolak penghapusan hutanh dan mengembalikan jaminan dikembalikan ke urusan BPr CJP dan ahli waris sesuatu aturan yang berlaku.

Ia juga sayangkan pemberitaan yang mengatakan ibu rt dibebankan hutang padahal sudah lunas. Padahal fakta seperti dijelaskan diatas.

Direktur Kredit : Ricky Manafe menjelaskan secara singkat kredit longgar tarik yang diambil oleh debitur adalah sebuah sistem yang lazim dipakai oleh perbankkan dalam perjanjian kredit. Dan penandatangan slip-slip dan kwitansi oleh debitur disetujui oleh isteri debitur dan tahu konsekuensi hukumnya yaitu jika terjadi debitur meninggal maka hutang akan diwariskan kepadanya.

Ricky juga menjelaskan alasan mengapa sampai adanya warisan hutang adalah karena debitur meninggal masih dalam masa pemgembalian kredit, dan adanya  penolakan asuransi jiwa oleh debitur dan isteri sejak awal perjanjian kredit, dan ahli waris (isteri sah -Mariantje Manafe) otomatis menjadi pewaris warisan termasuk hutang debitur. (Padahal manfaat asuransi jiwa aalam perjanjian kredit adalah untuk menjamin resiko yang timbul akibat terjadi masalah atau kejadian khusus terhafap debitur sehingga tidak mampu mengembikan pinjaman seperti kematian dll sehingga ahli waris terbebas dari hutang akibat adanya kredit macet).

Direktur Utama : Wilson Liyanto  menjelaskan terkait jenis kredit yang diambil Wellem Dethan yaitu  kredit modal kerja yang terjadi antara debitur dan lishing  dengan menandatangani perjanjian kredit.

“Jadi dalam kredit debitur ditentukan kredit maksimal Rp450 juta dan dia sudah menandatangani dan isteri juga menandatangani. Dan selama jangka waktu perjalanan kredit ini atas nama debitur dan lishing dari 2015 sampai 2016. Dalam jangka waktu itu ada pembayaran pokok sehingga mengurangi piutang. Disitu yang disebut longgar tarik. Misalnya dia sudah bayar 300 juta otomatis sisa 150 juta. Tapikan plafonnya dia Rp450 juta otomatis selisihnya  bisa diambil dengan suaminya menandatangani slip-slip administrasi penarikan dana. Apabila  ada penambahan plafon lagi atau melebihi dari yang diperjanjikan atau yang sudah ditandatangani oleh suami isteri, maka ada perjanjian kredit baru lagi. Dan jadi pertanyaan lagi kenapa hutang dibebankan krpada isteri, karena pada perjanjian kredit awal, debitur dan isteri sama-sama sepakat tidak menandatangani asuransi jiwa. Dan ada surat pernyataannya.” Jelasnya lugas.

Wilson singgung soal pemberitaan beberapa media yang mengatakan kenapa hutang sudah lunas, kok ahli waris harus lunasi?

“Dalam administrasi kredit perbankkan ketika debitur sudah melunasi hutangnya maka otomatis bank akan mengeluarkan surat keterangan lunas, atau jika ada jaminan seperti sertifikat maka bank akan menerbitkan surat pencabutan royal. Itu bukti bahwa bank telah mengakui debitur ini hutangnya sudah lunas.  Jadi surat keterangan lunas dan surat pencabutan royal menyatakan secara sah  debitur sudah menyelesaikan kreditnya dengan bank.” Kata Wilson.

“Tapi terkait debitur almarhum Wellem Dethan dan Mariantje Manafe ini memang kreditnya awalnya belum selesai, angka kreditnya nol sehingga kami belum mengeluarkan surat keterangan lunas dan pencabutan royal. Karena setelah itu ia ada mengambil lagi  kredit longgar tarik itu, itulah  kemudahan-kemudahan perbankkan yang kami sediakan dan jika nasabah ingin mengambil lagi kredit, maka perjanjian kreditnya hanya antara debitur dan kami. Dan ini untuk menjawab pertanyaan di beberapa media kalau hutang sudah lunas mengapa ahli waris yang harus membayarnya yakni karena debitur mengambil  lagi kredit lonhgr tarik sehingga hutangnya belum lunas. Kalau sudah lunas maka kami akan memberikan surat keterangan lunas dan pencabutan royal. Dan jika sudah lunas maka sertifikatnya sudah dikembalikan. Dan karena faktanya baramg jaminan atau royal maaih ada pada kami artinya hutang mereka belum lunas.” Tandas Wilson.

“Almarhum sama-sama tandatangani surat penolakan asuransi, yang menyatakan apabila debitur menolak asuransi jiwa maka secara sah hutang sepenuhnya ditanggungkan ke ahli waris. Dalam surat penolakan asuransi ada semua ketentuan itu.” Ujarnya.

Sedangkan Kuasa Hukum 1 : Samuel David Adoe menjelaskan tentang adanya 2 keputusan dari gugatan Mariantje Manafe pada gugatan 208/2019 yang menuntut penghapusan hutang dan pengembalian sertifitat.

“Dan Putusan Majelis Hakim  PN Kupang  paling  akhir pada putusan PN Kupang terhafap gugatan 208/Pdr.G/PN.Kpg yang menyatakan pelunasan atas suplesi kredit sebesar Rp.110.000.000 dan Rp.200.000.000 tidak dapat dibebankan kepada Penggugat tertera dalam halaman 16 putusan nomor 208/pdt.G/PN.Kpg.” jelas Samuel.

ia menyebut dalam putusan 208/2019 dimana dalam keputusan Majelis Hakim itu dia menolak dan tertulis “sehingga keputusan mengenai pembebanan  nilai pinajam hanya dapat dipertimbangkan dalam hal adanya  tuntutan tersendiri mengenai pembayaran sejumlah uang oleh debitur dan oleh karenanya patut ditolak. Dan ini ada dalam putusan. Kami berbicara punya dasar yaitu putusan oleh majelis hakim. Maka dari itu kami juga menyayangkan apa yang disampaikan penasihat hukum ibu Mariantje dalam hal menyampaikan kepada publik atau kepada teman-teman media harusnya punya dasar yang jelas sehingga dapat dipahami oleh publik dengan benar.” Ujarnya.

“Dalam putusan 208/2019 hakim hanya mengabulkan pengembalian sertifikat saja, bukan tentang penghapusan utang debitur  di BPR CJP ditolak. Dan mereka melanjutkan ke tingkat banding tetap ditolak, sehingga mereka naik ke tahap selanjutkan yaitu kasasi ke MA.” Ujar Samuel.

Dalam perjalanan dalam masa  kasasi itu, jelas Samuel,

“kami mengatakan akan mencabut kasasi tersebut karena kami akan melihat keputusan majelis hakim untuk menggugat kembali. Karena itu kami menempuh jalur  gugatan sederhana (GS). Dalam GS putusannya N.O artinya tidak diterima,  karena MH berpendapat pembuktian GS  harus lewat jalur gugatan biasa atau perdata biasa,  sehingga  timbulkan gugagan no.49/2019 di PN Kupang diputus pada 2 September 2021. Hakim putuskan kabulkan gugatan kami sebagai penggugat. Dalam putusan ini hakim menyatakan bahwa mengabulkan gugatan penggugat dan menyatakan penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum terhadap penggugatd an dalam gugatan no.49 ini sudah jelas..” jelas Samuel.

Ia mengatakan bahwa masalah ini sebenarnya tidak perlu sebesar ini jika mempelajari struktur hukumnya seperti apa, pasti akan bisa menerima dengan baik juga.

“Karena sebenarnya ini sebuah permasalahan yang sebetulnya dibesar-besarkan. Karena itu kami minta kerja sama dari teman-teman media sehingga risalah yang sudah dibagikan itu ada putusan nomor 208 dan putusan tentang no 49 telah selesai. Dan hingga saat ini prpses hulumnya ditingkat banding dari tergugat. Yang kita sudah pegang adalah pitusan no 49. San pengadilan tinggi sementara berproses.” jelasnya.

Pengacara Bildad Thonak menekankan bahwa keputusan Majelis Hakim PN Kupang sebenarnya sudah baku dan tidak ada multi tafsir.

“Secara baku, ahli waris harus menanggung segala hutang selama dia menrima warisan. Kita lihat pasal 833.” Ujarnya.

Bildad menanggapi ucapan pengacara ahli waris yang mengatakan gugatan CJP ditolak. Bildan menekankan agar semua pihak dapat memahani makna  bahasa-bahasa hukum yang akan sulit pahami, jika belajar sedikit-sedikit tentang hukum.

“Ditolak beda dengan tidak dapat diterima. Tidak dapat menerima atau cere atau tidak memberikan kemenangan kepada siapapun juga. Kalau ditolak artinya ada pihak yang kalah. Tapi dalam putusan GS kami menyatakan  gugatan ini perlu pembuktian sehingga diminta mengajukan gugatan biasa. Dan kami memenpuh upaya hukum biasa. Kami juga  melihat sejauh mana proses kredit bahwa ada ahli waris yang harus menanggung hutang, subyek ada dua person dan re-person yaitu ahli waris dan Christa jaya. Ahli waris selama tidak menolak warisan maka dalam KUHPerdata no 833 harus menerima warisan dan hutang dan jika dia tidak menolak warisan maka dia tidak bisa menolak hutang.” Jelas Bildad serius.

Ia juga menyanyangkan statemen pihak pengacara ahli waris  yang mengatakan bahwa hakim mengambil keputusan yang bertolak belakang karena menolak tuntutan penghapusan hutang tapi menerima tuntutan pengembalian barang jaminan,

“Maka saya mau bilang putusan 208 hakim mengatakan  bahwa tuntutan pembayaran hutang debitur harus diajukan dalam gugatan tersendiri  untuk membuktikan apalah tergugat ahli waris tidak untuk juga wajib menanggung hutang. Dan ternyata dalam proses peradilan terbukti penggugat adalah ahli waris isteri sah dan tinggal bersama-sama  harus menanggung hutang debitur.” Jelas Bildad.

Menurutnya, dalam gugatan 208 ada dua gugatan besar yaitu pertama apakah penminjaman  hutang  debitur Wellem Dethan dengan jaminan dua SHM ini benar atau tidak.

Gugatan kedua adalah apakah warisan hutang ini harus ditanggung oleh penggugat Mariantje Manafe atau tidak.

“Faktanya bahwa  dua SHM yang dijadikan barang jaminan itu diwariskan ke penggugat tetapi hutang yang harus ditanggung oleh ahli waris dan dituntut dihapuskan hakim menolak. Maka hakim memmberikan petunjuk gugatan tersendiri untuk membuktikan apalah ahli waris pantas menerima baik warisan,  maka ia harus juga menerima warisan hutang  seperti tertuang dalam KUHPerdata no.833.” Jelas Bildad.

**(1. KELONGGARAN TARIK KREDIT adalah Kelonggaran Tarik Kredit adalah fasilitas kelonggaran tarik (dalam rupiah) yang masih bisa direalisasikan oleh Debitur dalam tahun berjalan. Dalam hal terdapat beberapa fasilitas dalam satu perjanjian kredit / akad (pipeline), maka besarnya kelonggaran tarik dihitung berdasarkan selisih antara plafon induk dengan jumlah total baki debet untuk seluruh fasilitas yang terdapat dalam perjanjian kredit tersebut. Besarnya Kelonggaran Tarik hanya dilaporkan pada satu jenis fasilitas yang ditentukan oleh Bank Pelapor. Apabila Plafon setiap fasilitas sudah ditentukan dalam Perjanjian/Akad, maka besarnya kelonggaran tarik dihitung berdasarkan selisih antara Plafon dengan besarnya baki debet untuk masing-masing fasilitas.).

2. (Hak dan Kewajinan Ahli Waris dalam pasal 833 : Pada prinsipnya, pewarisan hanya timbul karena kematian. Ketika seseorang (pewaris) meninggal dunia, maka hak dan kewajiban si pewaris beralih kepada ahli warisnya. Selanjutnya, kami akan mencoba menjawab pertanyaan Saudara dari sisi hukum perdata Barat (KUHPerdata atau burgerlijke wetboek atau biasa disingkat BW) dan hukum perdata Islam.

Dalam pasal 833 ayat (1) KUHPerdata ditentukan bahwa ahli waris dengan sendirinya karena hukum  memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang dari si pewaris. Namun, di sisi lain para ahli waris itu juga mempunyai kewajiban dalam hal pembayaran hutang, hibah wasiat, dan lain-lain dari pewaris (pasal 1100 KUHPerdata). Berdasarkan pertanyaan yang Saudara ajukan, maka hutang dari debitur yang telah meninggal dunia tersebut dapat dialihkan kepada ahli warisnya berdasarkan ketentuan dalam KUHPerdata.|| juli br

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *