Zacharias Banu : Beralih Tanam Holtikultura Setelah Peroleh Hasil Fantastis

Figur Pertanian

Mata Air, Kupangmedia.com., Petani Melon  Zacharias Banu (47 Tahun), warga RT 2 RW 3 Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, beralih tanam holtikultura sejak peroleh hasil panen yang fantastis dari tanaman Melon pada tahun 2017 yaitu sekitar Rp.12.000.000 rupiah hanya di lahan seluas 3 are (5×60m). Itu adalah tahun pertama pria kelahiran Kefa, TTU ini mencoba bertanam Melon setelah dirinya bertemu dengan Pendeta Yaksin Nubantimo (Kompas Tani)  dan pendamping Ali dari Panah Merah (sebuah perusahaan yang memproduksi Benih holtikultura). Saat itu, kisah Banu, dirinya ditawari untuk  menanam bawang merah dan melon ditanah milik Sinode GMIT yang terletak di RT 2 RW 3 Desa Mata Air (belakang gedung SMA Kristen Kupang Tengah).

“Awalnya, saya diperkenalkan dengan pendeta Yaksin Nubantimo pada kegiatan pelatihan kedua ( Agustus 2017) yabg diselenggarakan oleh Komunitas Kompas Tani di Nekamese.  Pada saat itu kami berdiskusi bagaimana memanfaatkan lahan sinode GMIT. Salah satunya yang saya kelola di RT 3 RW 2, dusun 2, Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah. September 2017, pada sosialisasi bersama yang buat oleh Kompas Tani, kami berdiskusi di lokasi tanah sinode dengan beberapa petani dan semua menolak dan hanya saya saja yang setuju untuk manfaatkan tanah itu. Petani lain menolak menanam Melon dan bawang merah karena melihat pola tanam dan perawatan yang dianggap terlalu rumit bagi mereka yang sudah terbiasa dengan menanam padi secara konvensional.  Apalagi saat itu tanaman yang ditawarkan adalah bawang dan melon. Dan saat itu saya pilih tanam melon. Jadi Kompas Tanilah yang awalnya perkenalkan dan libatkan saya dengan Panah Merah, Nufarm dan Roda Tani dengan manfaatkan lahan sinode.” kisah Banu.

Zacha buka-bukaan bahwa pada saat beralih menanam melon pertama kali hanya dengan modal sekitar + Rp.4.000.000 yang semuanya dibelanjakan ke Toko Pertanian  Roda Tani. Yaitu bibit melon,  pestisida, dan pupuk. Pada saat berbelanja ke Toko Roda Tani  itulah awal dirinya  bertemu Heri Heriyanto (pemilik Toko Roda Tani)  yang diperkenalkan oleh Panah Merah, dan program pendampingan pertaniannya.  Zackarias akhirnya menjadi pioner penanaman Holtikultura (Melon) di Desa Mata Air. Dan Zacha juga berhasil membentuk Kelompok Tani dengan anggota 20 orang, namun hanya  tiga petani yang ikut tanam Matheos Ukat dan kades Mata Air.

Banu yang awalnya adalah seorang buruh tukang kayu dan petani padi, belum memiliki pengalaman menanam Melon. Demikian juga semua petani diseluruh Kupang Tengah. Namun dengan penuh percaya diri Banu mencobanya.

Dan di atas lahan sawah milik Sinode GMIT berukuran 5 X 60 meter inilah, Banu dan isteri menanam Melon dan berhasil peroleh hasil panen melon yang mengejutkan yang membuatnya bisa memegang uang sebesar Rp.12.000.000 Rupiah hanya dalam waktu 2,5 bulan.

Dan semua itu berkat kesempatan yang diberikan oleh Sinode GMIT lewat Kompas Tani, pendampingan dari Panah Merah dan Nufarm yang tergabung dalam managemen toko Roda Tani, sebagai distributor semua produk pertanian di Kota Kupang.

Zacharias Banu  yang tidak sempat menamatkan pendidikan SD ini melihat bahwa hidupnya berubah. Dengan perhatian, kesempatan dari Kompas Tani dan Sinode GMIT, dan berkat pola  pendampingan dari Panah Merah dan Nufarm, serta Roda Tani, ia dan keluarga sudah dibantu secara ekonomi. Sebelumnya, sebagai petani padi dan buruh tukang kayu, Banu akui belum pernah peroleh hasil seperti itu.

“Jujur saya sangat berterima kasih kepada Kompas Tani dan Sinode GMIT yang sudah memberi kesempatan untuk saya mengolah tanah sawah milik Sinode GMIT,  dan juga Panah merah untuk bibit serta Nufarm. Dan juga Toko Roda Tani yang menjual segala kebutuhan pertanian dengan diskon khusus untuk saya. Dan berkat pendampingan dan motivasi mereka semualah yang mampu merubah cara berpikir saya  tentang pertanian yang awalnya adalah  petani padi dan mau menjadi petani holtikultura. Awal kita diskusi srmua tidak mau coba tanam melon. Hanya saya saja. Dan buktinya panennya memberi hasil lumayan, Duabelas juta rupiah.” Kisah Banu terharu.

Zacka awalnya adalah seorang buruh  tukang kayu dengan penghasilan tidak lebih dari Rp.100.000 dan juga dari hasil menanam padi hanya bisa hasilkan padi 60 blek yang jika dijual dalam bentuk beras hanya mampu hasilkan Rp.4.200.000 (jika sekilo beras dijual dengan harga Rp.10.000).

Bagi bapak satu puteri dan dua putera yang masih duduk dibangku Sekolah Dasar ini, pendampingan yang sudah dilakukan oleh  tim dari Sinode GMIT, Kompas Tani, Nufarm dan Panah Merah dan Roda Tani sangat luar  luar biasa hebat. Karena punya  perhatian yang luar biasa terhadap perkembangan hidup tanaman dan hasil panen yang ikut menentukan majunya kehidupan ekonomi dirinya sebagai petani.
“Jika pemerintah punya perhatian seperti itu, maka akan sejahtera hidup petani. Pemerintah harus menggandeng mitra lain dalam memajukan petani dan pertanian.” Ujar Banu menganjurkan.

Dan awal mula ia mencoba bertani holtikultura dimulai dengan bertanam 240 anakan melon dengan membeli dari Toko Roda Tani. Tanam kedua 500 anakan melon dan saat Media ini berkunjung ke lahannya Zacka sedang persiapkan lahan dan semaikan anak melon sebanyak 1.300 pohon untuk masa tanam ketiga. Ia juga sudah menanam 1.000  anakan cabe dan 100 anakan  tomat dan sedang berbuah lebat, tinggal tunggu masa panen.

Awalnya ia melihat jika holtikultura tidak begitu menjanjikan. Karena masyarakat NTT tidak banyak menanam jenis tanaman ini. Bahkan ia juga melihat akan kesulitan pasarannya karena tingkat konsumsi buah dan sayur masyarakat NTT yang rendah. Tapi setelah diamatinya Zacka berpendapat jika tingkat konsumsi buah dan sayur rendah akibat harga yang mahal. Seperti buah melon, dll yang masih diekspor dari luar NTT bahkan luar negeri. Sehingga sebabkan pasokan kecil dan harga naik karena ongkos pasokan yang besar. Dan setelah melihat hasil panen awal yang mencapai Rp.12.000.000 lebih. Panen kedua hasilkan Rp.9.000.000. Tanam ketiga baru hasilkan Rp.6.000.000 rupiah akibat pasokan melimpah sehingga harga melon turun menjadi Rp.5.000. Walaupun demikian, Zacka akui masih lebih untung menanam Melon, cabe dan tomat dibanding menanam padi. Dan ia akan tetap menanam melon. Rencananya ia akan mengganti tanaman padi dengan tanaman melon, tomat dan cabe karena lebih menguntungkan.

Dari 200 tanaman tomat maka hasilnya baru hasilkan Rp.280.000 dari modal Rp.50.000.

Zacka akui setelah mengenal pola tanam dari Pendampingan Panah Merah, Nufarm dan Roda Tani, mampu merubah pola pikirnya terkait holtikultura. Bahwa bidang pertanian khusus holtikultura cukup menjanjikan dan mampu merubah kehidupan ekonomi petani. Dan bahwa pola tanam yang selama ini dilakukan semua petani yang konvesional adalah penyebab kehidupan ekonomi petani tidak berubah. Dan pola tanam yang baru ini membuat Zacha komitmen untuk beralih menanam holtikultura di tahun-tahun mendatang.

“Saya alami bahwa hasil pertanian Holtikultura cukup menjanjikan. Dan saya akan terus menanam tanam holti kedepannya. Karena dengan menanam padi hanya hasilkan 60 blek dari modal Rp.5 – 6.000.000 rupiah. Kami menjual dalam bentuk beras Rp.10.000 per kilo dan dalam 1 blek bisa hasilkan 7 kilo. Sehingga dalam blek bisa hasilkan Rp.70.000 x 60 blek sehingga seluruh hasil panen bisa hasilkan Rp.4.200.000 artinya tidak bisa menutupi modal. Bahkan harus tambah modal dimusim berikut. Dan setahun hanya bisa panen dua kali karena usia padi yang mencapai empat bulan. Sedangkan jika menanam melon hanya dalam waktu dua setengah bulan bisa panen sehingga setahun bisa panen 4 x jika ditanam pada lahan basah (air hidup.).” Kisahnya polos dan bersemangat.

Di desa Mata Air sendiri Zacka sudah coba bentuk kelompok tani dan ajak beberapa petani tapi hanya dua orang yang mau aktif bergabung dan berhasil juga menanam melon. Yang lain tetap ingin menanam padi dengan alasan terlalu rumit.

Zacka diakhir wawancara ungkapkan rasa terima kasih karena pola pendampingan oleh Panah Merah, Nufarm dan diskon dari Roda Tani yang sudah membawa perubahan pada ekonomi dan juga pemahaman berpikir terkait petani dan pertanian.

Kepada pemerintah kabupaten Kupang dan Provinsi NTT Zacha meminta agar bisa memberi perhatiannya kepada petani. Baik lewat program yang pro pada petani, anggaran pemberdayaan dan pendampingan serta informasi yang terbuka tentang teknologi pertanian. Sehingga para petani bisa alami kemajuan dari berbagai aspek.

Terkait pemasaran, diakuinya ini sering jadi pertanyaan besar yang sebabkan banyak tetangganya sesama petani tidak mau menanam melon. Padahal, ini hanya karena kurangnya pengetahuan mereka terhadap peluang pasar buah di Kupang yang saat ini sangat terbuka dan menjanjikan. Zacha berharap pemerintah mau memberi kesempatan usaha bagi petani lokal untuk merambah dunia usaha holtikultura dengan modal dan permudah ijin usaha sehingga petani NTT bisa maju. “Bila perlu untuk kebutuhan buah kita tidak usah datangkan dari luar, tapi kita malah kirim keluar. Kalau hasil melimpah kita bisa jual keluar NTT bahkan keluar negeri.” Ujarnya dengan polos sambil tersenyum lebar. **))juli br