Sri Sudarti Bermimpi Daun Kelor Jadi Primadona Kuliner Destinasi Pariwisata Di NTT

Ekonomi Bisnis Kuliner Pariwisata Budaya

Kota, Topnewsntt. com., Sri Sudarti (44th) pelaku ekonomi kreatif bidang kuliner kota Kupang sejak 2014 adalah pionir pengusaha kuliner berbahan daun kelor di Kota Kupang bahkan provinsi NTT. Sebagai seorang perempuan berbakat masak berdarah Jawa, Mbak Atiek (sapaan akrabnya) tertarik sejak awal dengan daun kelor sejak awal tiba di NTT pada 2014. Padahal sebagai seorang keturunan Jawa pada umumnya tidak konsumsi daun kelor. Namun bagi Mbak Atiek justru itulah tantangannya menaklukkan dirinya sendiri dan orang lain yang tidak suka konsumsi daun kelor. Bagi Mbak Atiek daun kelor seperti daun ajaib karena bisa menjadi bahan sayur dan obat berbagai penyakit. Usaha pengobatan berbahan daun kelor sudah lama lakoninya. Namun tidak mau dipublish kemampuan lebih dari Yang Kuasa ini bagi Mbak Atiek digunakan untuk tujuan menolong orang sakit bukan untuk sebuah usaha sehingga orang mengenalnya dari keluarga, teman dan kenalan yang berhasil disembuhkan dari berbagai penyakit olehnya. Dan kepada setiap orang yang ditolongnya Mbak Atiek hanya menganjurkan banyak konsumsi daun kelor.

Ditemui di Rumah Makannya pada Minggu, 21/10 oleh Top News NTT Mbak Atiek berbagi kisah bagaimana ia memulai Usahanya.  Bahwa ide memulai Rumah Makan Jamur dan Daun Kelor menurut Mbak Atiek muncul sejak adanya debat Cagub NTT pada  awal April 2018. Saat itu, Mbak Atiek menjelaskan, muncul ide menjadikan Daun Kelor sebagai bahan utama Rumah Makannya ketika mendengar bahwa program calon  gubernur NTT Viktor – Joss adalah penanaman sejuta pohon kelor sebagai komoditi baru andalan Provinsi NTT. Bahkan menurut Mbak Atiel, gubernur NTT itu adalah penggemar daun kelor.

Mbak Atiek sesalkan sikap masyarakat NTT sendiri yang selalu merasa bahwa daun kelor  itu adalah hal sepele. Dalam pengamatannya, Mbak Atiek ungkapkan jika  daun  kelor selama ini di NTT dianggap sebagai bukan barang mahal dan ekslusif. Padahal daun kelor adalah memiliki kandungan bahan yang sangat berkhasiat sehingga dalam proses pengobatan beberapa orang sakit yang ditanganinya selama ini selalu disarankan untuk dikonsumsi demi kesehatan.

” Saya mulai konsumsi kelor sejak berada di Kupang tahun 2007. Bagi saya,   orang yang tidak suka konsumsi daun kelor adalah sebuah tantangan untuk membuat mereka menyukainya.  Dan dari  pengalaman pribadi saya, bahwa dengan konsumsi daun kelor akan menunjang kesehatan. Dan ternyata ada penyakit yang bisa di sembuhkan dengan daun kelor, seperti penyakit gula darah dll.” Jelasnya gamblang.**))juli br

Memulai usaha rumah makan Jamur Dan Daun Kelor sejak 2018 dengan mengambil lokasi taman Dedari Sikumana. Sedangkan penambahan jamur dalam sajiannya adalah karena dirinya adalah pembiak jamur tiram sejak 2016. Sedangkan daun kelor menjadi pilihan utama selain karena ingin mewujudkan program gubernur NTT, ia melihat bahwa daun kelor sangat melimpah terutama saat musim hujan,  dan mudah didapat sehingga muncul ide untuk menjadikan sebagai bahan dasar rumah makan.

Terbilang unik Rumah Makan Jamur dan Daun Kelor yang berlokasi di Taman Dedari di perempatan Sikumana jln.Jalur 40 ini. Selain tersedia berbagai sajian penganan seperti beraneja jenis kue, juga  khusus makanan daun kelor seperti mie goreng kelor, mie ayam kelor, pepes ikan kelor, botok ikan kelor, dll sejumlah 15 jenis,  beraneka jenis minuman jus berbahan daun  kelor. Dan rumah makan ini juga ternyata menerima pesanan makanan, dan kue-kue. Harga terbilang nurah meriah karena hanya sekitaran Rp. 20-30 ribuan. Suasana Rumah Makan yang sebelumnya adalah Taman RSS Dedari ini merupakan taman bermain dengan lopo disekeliling halaman yang berbentuk undakan,  dan terdapat sebuah  kolam renang mini dibagian depan persis pintu masuk Taman. Pada malam hari kita akan ditemani lampu taman temaran, suara kodok disela-sela sajian musik live di panggung kecil sebelah kiri dan juga bisa berkaraoke bersama teman, pasangan dan keluarga. Sedangkan harga makanan, minuman serta kue sangat terjangkau karena berkisar Rp.20.000 an keatas.

Konsep yang ingin dibangun lewat rumah makah sajian khusus kelor ini adalah ingin memasyarakatkan kelor kepada masyarakat NTT. Kelor dimata mbak Atiek adalah tanaman yang tidak susah tumbuh tapi punya 200 kandungan zat yang berguna bagi kesehatan. Dan mudah dikembangkan dan cocok bagi semua orang dengan kondisi kesehatan apapun. “daun kelor adalah sajian yang tidak bisa ditolak oleh siapapun.”tandas nya berseloroh.

Bagi penunjang promosi pariwisata Mbak Atiek ingin agar Rumah Makannya dapat menjadi sebuah tujuan wisata kuliner. Dengan memasyarakatka kelor dimata wisatawan dalam maupun luar negeri.

Usaha pemberdayakan masyarakat yang minat dan punya kreatifitas memasak kelor diupayakan Mbak Atiek lewat  lomba “membuat kue berbahan dasar kelor” pada 10 Mei 2018.  Namun peminat masih sangat kecil. Artinya mereka belum berani menjadikan kelor sebagai bahan campuran atau bahan utama resep kue.

Bentuk promosi yang sudah dibuat hanyalah lewat media sosial dengan memposting pengunjung yang datang makan.

Harapan Mbak Atiek bagi usahanya yaitu lebih besar dan menjadi satu-satunya Rumah Makan berbasis kelor. Untuk tunjang program gubernur membudidayakan kelor di NTT akan selalu mencari bakat dan peminat menu berbahan kelor. Untuk tunjang pariwisata kuliner akan berusaha aplikasikan kelor sebagai bahan utama olahan berbahan kelor dengan brand sendiri. Dari pengalaman usaha rumah makan kelor selama dua bulan bahwa semua pengunjung penasaran ingin mencoba menu yang disajikan. Dan banyak yang ingin kembali lagi. Karena dari nama baru warung dan sajiannya dan juga dari suasana rumah makan yang dirasa unik dan nyaman serta tenang. Dan omset lumayan bagus sekitar minimal Rp.300.000 dan maksimal saat ramai Rp.3.000.000. Dan menurut Mbak Atiek ini kondisi yang lumayan menjanjikan.

Bagi pemerintah adalah selalu perhatikan pelaku usaha kecil yang mencoba berusaha baik dari segi pemberdayaan, ijin usaha dan sebagainya. Karena selama ini perhatian pemerintah sangat minim. Apalagi sebagai pendatang masih dipandang sebelah mata. Padahal pengusaha lokal di NTT dan kota Kupang sendiri tidak ada minat. Sehingga dunia usaha selalu masih dikuasai pendatang padahal sda ada. Dan ini hanya karena mindset berpikir masyarakat masih terbelenggu dengan adat istiadat. Beda dengan orang NTT yang sudah keluar NTT.

Sedangkan bagi masyarakat NTT baik pelaku kuliner untuk ikut budidayakan kelor sebagai bahan kuliner. Dan jangan takut dan malu mengekspos kelor dalam olahan yang akan dijadikan komoditi usaha. Apalagi pemprov NTT menjadikan kelor sebagai komoditi agro industri. Bahkan pulau Semau sudah menjadi tempat pembudidayaan daun kelor.

” Saya berharap kedepan kelor bisa menjadi primadona bagi NTT dan harus ditunjang oleh pemerintah kabupaten kota dengan pemberdayaan dan pelatihan dan menjadi brand bahwa NTT menjadi penghasil terbaik dan terbanyak kelor. Moga Daun Kelor menjadi primadona ekspor NTT ke depan atau menjadi primadona.” **))juli br