Doni Mordano minta NTT waspada dan antisipasi bencana alam masa lalu

Regional

NTT, TOP NEWS NTT ■■ “NTT saya minta  mengantisipasi kembali bencana alam di masa lalu. Banyak kepala daerah menganggap remeh pemahaman mitigasi bencana karena uangnya tidak ada dan dampaknya tak terasa langsung. Hal itu berbeda dengan proyek-proyek pembangunan jalan dan rumah sakit yang dananya besar.” Demikian pernyataan Kepala BNPB Doni Monardo saat memberikan sambutan pada pertemuan dengan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat dan Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi di Kantor Gubernur NTT, Kupang, NTT, Rabu (18/12/2019).

Bencana di Nusa Tenggara Timur, sebut Doni hingga merenggut ribuan jiwa, karena itu jangan sampai terulang kembali. Doni mengingatka  bahwa hal itu harus diantisipasi sejak dini oleh pemerintah daerah karena bencana serupa sangat mungkin terulang kembali di kemudian hari. “Oleh karena itu, setiap pemerintah daerah (pemda) di Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menyiapkan langkah-langkah konkret yang berhubungan dengan program mitigasi bencana.

Doni Monardo mengatakan, lazimnya, peristiwa gempa bumi dan tsunami adalah peristiwa yang berulang. Namun, tak ada yang pernah

tahu kapan peristiwa itu akan terulang kembali. “Oleh karena itu, pemda setempat harus mampu mempersiapkan diri menghadapi berbagai macam hal yang berkaitan dengan kebencanaan. Jangan sampai bencana, seperti tsunami dan gampa bumi, merenggut korban sampai ribuan jiwa seperti terjadi puluhan tahun lalu. Bangun kesadaran kolektif setiap elemen masyarakat. Langkah-langkah pra-bencana bukan milik satu lembaga, melainkan seluruh pihak, urusan bersama,” Ujar  Doni mengingatkan.

Menururnya bangun kesadaran kolektif setiap elemen masyarakat dan langkah-langkah pra-bencana bukan milik satu lembaga, melainkan seluruh pihak, urusan bersama.

Dipaparkannya bahwa ada beberapa daerah rawan bencana di NTT yang harus diwaspadai  yaitu  kota Kupang, Larantuka, Pulau Solor, Ngada, dan Manggarai Barat. Beberapa tahun lalu, ujar Doni, kawasan-kawasan tersebut pernah dilanda gempa dan tsunami yang hebat hingga memakan ratusan hingga ribuan korban jiwa. “Catatan BNPD NTT menjelaskan bahwa di NTT Pusat gempa pada 19 Agustus 1977. Misalnya di Sumba. Pada 19 Agustus 1977, gempa bumi dengan magnitudo 8,3 di lepas pantai selatan Sumba memunculkan tsunami setinggi 15 meter. Akibat peristiwa itu, sedikitnya 316 orang tewas dan 1.100 orang luka-luka longsoran sisi Gunung Iliwerung. Peristiwa itu menyebabkan 539 orang tewas dan 700 orang hilang di empat kampung di pesisir Teluk Waiteba.Tinggi tsunami tersebut 7 meter-9 meter. Gempa berkekuatan magnitudo 7,8 juga pernah mengguncang Flores pada 12 Desember 1992. Gempa yang berpusat di lepas pantai utara Flores tersebut menyebabkan tsunami setinggi 25 meter dan menewaskan 2.100 orang. Hampir 90 persen bangunan di Maumere hancur setelah kejadian itu.” Ujar Doni menjelaskan.

Doni Monardo pada kesempatan itu menjelaskan peta rawan bencana di kawasan Nusa Tenggara Timur (NTT) kepada jajarannya. Untuk itu, Doni meminta setiap kepala daerah di wilayah NTT agar menyiapkan langkah-langkah strategis pra-bencana. Langkah-langkah tersebut meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, peningkatan kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia, serta penganggaran. “Kunci dari semua itu adalah kepimpinan di daerah yang mampu membuat rakyat tidak menjadi korban bencana. Cara memimpin yang kurang memperhatikan kesiapsiagaan bencana dapat merugikan masyarakat. Untuk itu, kami terus mendorong para pemimpin di daerah agar ke depan dapat lebih siap menghadapi bencana. Cara memimpin yang kurang memerhatikan kesiapsiagaan bencana dapat merugikan masyarakat.” Tegas Doni mengingatkan.

Tak hanya itu, Doni juga meminta pemerintah daerah di provinsi berbasis kepulauan itu agar secara rutin mengingatkan masyarakat tentang antisipasi bencana alam. “Dengan begitu, masyarakat memiliki pemahaman tentang mitigasi bencana.” Ujarnya.

Hal senada diakui Viktor Laiskodat bahwa  masih banyak kepala daerah belum memberikan prioritas terhadap pemahaman mitigasi bencana. Padahal, menurut Viktor antisipasi bencana alam yang selalu berulang sangat diperlukan. “Banyak kepala daerah yang menganggap remeh pemahaman mitigasi bencana karena uangnya tidak ada dan dampaknya tak terasa langsung. Hal itu berbeda dengan program-program pembangunan jalan dan rumah sakit yang dananya besar. Kalau dananya ada dan besar seperti pembangunan jalan dan rumah sakit, mereka akan berpikir cepat. Namun, kalau dananya tidak ada atau sedikit, bagaimana mereka akan memikirkan strategi pra-bencana,” ujarnya. “Banyak kepala daerah yang menganggap remeh pemahaman mitigasi bencana karena uangnya tidak ada dan dampaknya tak terasa langsung.” Ujar Gubernur.

Viktor mengapresiasi kehadiran BNPB yang telah membukakan mata para kepala daerah terhadap pentingnya program pra-bencana. Sebab, perubahan perspektif itu harus dimulai dari kepala daerah. ”Perspektif yang tak mau berubah ini membuat bencana berulang dan menelan korban lebih banyak karena kemampuan mitigasi menjadi lemah, ” ujar Viktor.

Josef Nae Soi menambahkan juga, ada sejumlah peristiwa alam yang juga perlu diantisipasi di wilayah NTT, yakni kekeringan dan letusan gunung api. Hampir setiap wilayah kabupaten di NTT memiliki gunung api. “Oleh karena itu, pada 2020, Pemprov NTT akan mengirim beberapa putera daerah yang berprestasi belajar ilmu seismograf dan mitigasi tentang gunung api. Sumber daya manusia merupakan modal penting bagi upaya-upaya mitigasi bencana alam, terutama letusan gunung api. Sekali meletus, Pulau Flores ini sangat mungkin tenggelam, NTT juga bisa tenggelam. Dan, kami harus bisa membaca itu semua agar mengerti apa saja yang perlu diperhatikan sebelum terjadi,” ujar Josef.

NTT memiliki 12 kabupaten dan 1 kota. Pusat Vulkanologi dan MitigasiBencana Geologi mencatat, NTT memiliki 17 gunung berapi aktif. ■■ editor : juli br (topnewsntt.com).

Sumber : KompasPenulis oleh NIKOLAUS HARBOWO
18 Desember 2019 22:14 WIB